Bisnis.com, JAKARTA — Piutang pembiayaan modal kerja industri multifinance tumbuh 10,34% (year on year/YoY) dalam periode Januari—Mei 2025. Pertumbuhan tersebut mendongkrak keseluruhan piutang pembiayaan yang tercatat sebesar Rp504,58 triliun, tumbuh 2,83% (YoY).
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan permintaan modal memang meningkat ketika memasuki bulan Ramadan dan mendekati Lebaran. Dalam momen ini, kebutuhan untuk modal kerja meningkat seiring dengan ekspektasi pasar.
"Walaupun ketika lihat trennya, pertumbuhan penyaluran pembiayaan produktif saat ini lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun 2024, yang salah satu faktornya adalah indeks bisnis nasional menurun," kata Huda kepada Bisnis, Rabu (9/7/2025).
Berdasarkan statistik OJK, pembiayaan modal kerja multifinance dalam kuartal I/2025 tumbuh 11,07% (YoY) menjadi Rp51,69 miliar. Pembiayaan untuk modal kerja ini tumbuh lebih tinggi dibanding pembiayaan multiguna, walaupun nilainya masih jauh lebih kecil. Dalam kuartal I/2025, pembiayaan multiguna industri multifinance tumbuh 3,28% (YoY) menjadi Rp255,08 miliar.
Huda menilai momentum pertumbuhan pembiayana modal kerja akan menurun seiring dengan tidak adanya katis positif seperti momentum Ramadan dan Lebaran.
"Perlambatan permintaan di tahun 2025 akan mulai terasa mulai bulan Mei 2025. Artinya pasca Maret, tidak ada lagi fenomena yang mampu meningkatkan permintaan rumah tangga. Daya beli akan tergerus di pertengahan tahun 2025," tegasnya.
Baca Juga
Ketika permintaan sepi, ujar Huda, perusahaan juga akan mengurangi produksi, bahkan hingga menutup usahanya. Dengan begitu, menurutnya permintaan modal kerja memang bisa naik, tetapi potensi gagal bayarnya akan tinggi karena banyak usaha tutup atau mengalami kondisi penjualan yang lesu.
"Atau sebaliknya, permintaan pembiayaan modal akan melambat karena pengusaha tidak yakin dengan kondisi ekonomi saat ini," ujarnya.
Huda melanjutkan, dalam persaingan bisnis pembiayaan produktif industri multifinance juga akan berkompetisi dengan lembaga jasa keuangan lainnya seperti fintech P2P lending, walaupun segmen pasar kedua industri ini bisa menjadi pembeda.
Dia menjelaskan, untuk pinjaman P2P lending lebih dari Rp50 juta tidak harus ada agunan. Sedangkan, untuk pembiayaan multifinance yang tidak dikenakan agunan hanya kegiatan usaha pembiayaan modal kerja dengan cara fasilitas modal usaha dengan nilai paling besar Rp50 juta.
"Jadi saya rasa persaingannya hanya di pembiayaan produktif dengan plafon tidak lebih dari Rp50 juta per debitur," pungkasnya.