Bisnis.com, JAKARTA- proses spin-off beberapa unit usaha syariah belum menunjukkan perubahan yang berarti. Proses perizinan dinilai menjadi salah satu penyebab utama, padahal langkah spin-off diwajibkan oleh para regulator.
Hingga saat ini, banyak unit usaha syariah milik perbankan dalam proses spin-off. Salah satunya yakni BTN Syariah, tetapi rencana itu harus melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).
Hanya saja, RUPSLB itupun belum terjadwal. Padahal, rencana besar terkait spin-off unit usaha syariah harus direstui lewat forum resmi tersebut.
Seiring rencana RUPSLB yang molor, maka langkah selanjutnya seperti merger ataupun pengembangan bisnis yang terpisah terpaksa ditunda.
Hal ini diungkapkan Direktur Center Banking Crisis Deni Daruri. Dia menilai apa yang terjadi pada spin-off BTN Syariah, bakal menghapus banyak momentum penting.
Namun demikian, Deni mengakui bahwa proses tersebut harus dilakukan dengan tata kelola (governance) yang baik. Dia berharap agar proses tidak berliku.
Baca Juga
“Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara atas surat dari Menteri BUMN untuk restrukturisasi UUS BTN dengan model spin off yang akan dilakukan BTN sudah ada, itu keputusan tertinggi dan di bawahnya tinggal mengikuti, persetujuan tersebut sudah ada sejak Mei 2025 dan sekarang sudah Agustus 2025, artinya sudah 3 bulan prosesnya belum kelihatan hasil”, kata Deni di Jakarta, Kamis (7/8/2025).
Sementara itu, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Sutan Emir Hidayat mengatakan kehadiran Bank Unit Syariah alias BUS tersebut diyakini bakal semakin mewarnai perkembangan industri perbankan syariah nasional.
Pasalnya, calon BUS baru hasil spin-off BTN Syariah dinilai memiliki pengalaman dan pengetahuan yang mumpuni dalam pembiayaan perumahan berprinsip syariah serta layanan perbankan lainnya yang dibutuhkan masyarakat.
Terbukti dengan positioning BTN Syariah yang telah menguasai 28% pangsa pasar pembiayaan perumahan berbasis syariah secara nasional per Oktober 2024. Lebih spesifik lagi, di pasar pembiayaan perumahan subsidi syariah, BTN Syariah telah menguasai 90%.
“BTN Syariah akan bermetamorfosis menjadi bank syariah baru yang kekuatannya tidak akan kalah dari pemain besar yang mendominasi perbankan syariah nasional seperti Bank Syariah Indonesia [BSI]. Hal ini tidak lepas dari dukungan konsisten yang diberikan induknya selama ini, yaitu BTN, sehingga kehadiran BTN Syariah dengan potensi pertumbuhannya yang pesat telah ditunggu-tunggu oleh pasar,” tutur Emir.
Dukungan kuat induk usaha tercermin dari pertumbuhan bisnis BTN Syariah yang tetap positif dalam situasi dinamika perekonomian domestik dan global. Selama 20 tahun terakhir, BTN Syariah bertumbuh double-digit berdasarkan pertumbuhan rerata per tahunnya (compound annual growth rate/CAGR). Sebagai contoh, pada tahun 2009, total aset BTN Syariah baru mencapai Rp2,25 triliun, namun per akhir 2024 nilainya telah menyentuh Rp61 triliun atau rata-rata bertumbuh 22,83% setiap tahunnya.
Pertumbuhan ini dijaga konsisten oleh BTN Syariah, bahkan dengan level yang lebih tinggi dari induknya sendiri. Terlihat dari pencapaian kinerja per kuartal I/2025, yang menunjukkan pembiayaan yang naik 18,2% year-on-year (yoy) menjadi Rp46,3 triliun, dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp39,1 triliun.
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap BTN Syariah juga terus terjaga, tercermin dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 19,9% yoy menjadi Rp51,4 triliun pada akhir Maret 2025, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp42,9 triliun.
Emir mengatakan, pencapaian positif BTN Syariah yang konsisten ini harus didukung dengan mesin yang lebih besar sehingga semakin banyak masyarakat yang dapat merasakan manfaatnya. Ujungnya, industri perbankan syariah nasional juga akan diuntungkan.