Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Agus Marto Bicara Pemanfaatan Big Data & Transformasi Kebijakan Moneter BI

Mulai 2022, pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia diharapkan telah bersifat real time sehingga dapat mendukung terciptanya inovasi penyediaan data/indikator baru dengan memanfaatkan sumber data yang lebih bervariasi sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan yang berkualitas tinggi.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo./Bloomberg-Dimas Ardian
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan Internet yang pesat menjadi tantangan tersendiri bagi semua pihak, termasuk bagi para pengambil kebijakan dalam mengelola data dan informasi di era Big Data saat ini.

Tantangan pada era Big Data ini meliputi pemerolehan, kurasi, penyimpanan, penelusuran (search), pembagian, pemindahan, analisis, dan visualisasi data. Tren kian membesarnya himpunan data terjadi akibat bertambahnya informasi dari himpunan-himpunan besar yang saling terkait, dibandingkan dengan himpunan-himpunan kecil lain dengan jumlah total data yang sama.

Korelasi baru dapat ditemukan dalam analisis himpunan data guna "mencermati tren bisnis, menentukan kualitas penelitian, mencegah penyakit, melawan tindak pidana, dan mengetahui kondisi lalu lintas jalan raya secara waktu nyata (Wikipedia).

Pada hari ini, Rabu 9 Agustus 2017, dilaksanakan Seminar Nasional Big Data yang dalam kesempatan itu, Gubernur Bank Indonesia Agus D.W Martowardojo hadir secara khusus menyampaikan Keynote Speech dalam seminar yang bertajuk "Globalisasi Digital: Optimalisasi Pemanfaatan Big Data untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi”

Dalam pemaparannya, Agus Marto menyoroti era revolusi digital dewasa ini menurutnya terdapat 3 faktor utama pendorong dari gelombang revolusi industri keempat itu. Pertama, perkembangan telepon seluler.. Kedua, Internet of Things (IoT). Ketiga, Big Data yang didukung oleh kemampuan komputer melakukan analisis yang kompleks (advance analytics).

Untuk mengetahui lebih jauh tentang pemaparan Gubernur BI tentang tantangan dan pemanfaatan Big Data bagi otoritas moneter dalam menentukan arah kebijakannya, Bisnis.com menyajikan khusus materi Keynote Speech tersebut secara lengkap berikut ini. Selamat menyimak.

Yang kami hormati:

- Para Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
- Ketua dan anggota Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI)
- Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Bpk. Djarot Saiful Hidayat
- Walikota Makassar, Bpk. M. Ramdhan Pomanto
- Para Panelis dan Moderator Seminar
- Bapak/Ibu, Hadirin sekalian yang berbahagia

Assalamu’alaikum Wr Wb
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera bagi kita semua,

Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas perkenan-Nya kita semua dapat hadir dalam keadaan sehat dan baik untuk bersama-sama mengikuti Seminar Nasional Big Data dengan tema “Globalisasi Digital: Optimalisasi Pemanfatan Big Data untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi”

Bapak/Ibu, hadirin yang kami hormati,
Saat ini kita memasuki era revolusi digital, yang juga disebut sebagai revolusi industri keempat. Jika revolusi industri pertama ditandai dengan lahirnya mesin uap, revolusi industri kedua dengan munculnya elektrifikasi dan produksi massal, dan revolusi industri ketiga ditandai dengan munculnya teknologi internet, maka revolusi industri keempat adalah fase dimana hampir semua sendi kehidupan kita telah tersentuh layanan digital. Pada fase ini layanan digital telah mempengaruhi cara kita membuat keputusan, cara kita berinteraksi dengan orang lain, dan sekaligus telah mendorong munculnya model-model bisnis baru yang jauh lebih efisien dan inovatif.

Kami mencermati paling tidak terdapat 3 faktor utama pendorong gelombang revolusi digital. Pertama, perkembangan telepon seluler. Dewasa ini, telepon seluler telah menjadi perangkat utama untuk mengakses internet. Mayoritas lalu lintas online dunia saat ini berasal dari perangkat telepon seluler.

Kedua, Internet of Things (IoT). Di 2016, mengutip data Statista, perusahaan penyedia data statistik online berpusat di Jerman, hampir 18 miliar piranti berbasis internet telah saling terkoneksi yang mengakibatkan terciptanya konsep-konsep inovatif seperti smart homes.

Ketiga, Big Data yang didukung oleh kemampuan komputer melakukan analisis yang kompleks (advance analytics). Di 2016, lalu lintas internet global setidaknya telah mencapai 1,2 zetabyte atau 1,2 triliun gigabytes (Cisco 2016),yang terutama dipicu oleh peningkatan tren penggunaan media sosial melalui perangkat gawai (gadget). Pada 2013 saja terdapat setidaknya 1,85 miliar pengguna aktif media sosial, yang kemudian meningkat menjadi 2,8 miliar pada 2016, mengutip We are Social (2017) sebuah global agency di bidang sosial media, berpusat di New York.

Aktivitas media sosial dan layanan digital yang makin meluas tersebut telah mendorong terciptanya data baru secara masif. Data yang berjumlah sangat besar, bervariasi dan dihasilkan secara sangat cepat (real time) inilah yang dikenal sebagai Big Data. Seiring dengan perkembangan teknologi komputasi yang pesat, saat ini kita telah dapat menyaring informasi dan melakukan analisa yang mendalam (advance analytics) terhadap data tersebut, sehingga dapat digunakan untuk keperluan yang produktif.

Ketiga faktor di atas merupakan bagian dari fenomena terobosan teknologi yang dikenal dengan nama disruptive technologies. Fenomena ini menggambarkan bagaimana terobosan teknologi mampu merubah banyak hal dalam kehidupan masyarakat.

Munculnya berbagai aplikasi sosial media misalnya, telah menyebabkan perubahan dalam cara manusia berinteraksi, e-commerce telah menggeser preferensi masyarakat dari berbelanja di pusat perbelanjaan menjadi belanja secara online, teknologi cloud computing telah merubah metode penyimpanan data secara konvensional, dan lain sebagainya. Secara bersama-sama, disruptive technologies inilah yang menjadi motor penggerak utama bergulirnya revolusi digital secara global.

Bapak/Ibu, hadirin yang kami hormati,
Revolusi digital tak dapat dihindari juga telah melanda Indonesia. Dalam beberapa tahun terakhir, kita melihat pertumbuhan perusahaan-perusahaan start-ups berbasis digital yang luar biasa, baik di perdagangan barang dan jasa (e-commerce), moda pembayaran, maupun pembiayaan. Jumlah pengguna internet yang berbelanja secara online di tanah air pada 2016 telah mencapai 24,74 juta orang (Statista 2016).

Selama setahun terakhir, para pengguna internet tersebut telah membelanjakan uang sekitar USD5,6 miliar (sekitar Rp75 triliun) di berbagai e-commerce. Dengan kata lain, setiap pengguna e-commerce di Indonesia rata-rata membelanjakan Rp3 juta per tahun. Aktivitas belanja online yang tinggi ini sejalan dengan keaktifan orang Indonesia di berbagai media sosial. Jakarta bahkan dikenal sebagai “Twitter capital of the world”.

Selain e-commerce, revolusi digital di Indonesia juga telah menyentuh sektor keuangan. Hal ini antara lain terlihat dari jumlah fintech player di Indonesia yang dalam 2 tahun terakhir (2015-2016) tumbuh pesat sebesar 78%.

Bapak/Ibu, hadirin yang kami hormati,
Potensi besar Indonesia dalam memanfaatkan era digital ini sayangnya masih belum kita optimalkan. Hal ini mengingat penetrasi internet/rasio antara jumlah pengguna internet dan jumlah penduduk di Indonesia tergolong masih cukup rendah, yaitu sekitar 51% pada 2016 (sumber We are Social 2017). Angka ini masih relatif jauh dibawah negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia (71%) dan Thailand (67%). Sebagai perbandingan, angka penetrasi internet di negara seperti Inggris dan Jepang sudah mencapai di atas 90%.

Persoalan utama yang menyebabkan belum optimalnya pemanfaatan teknologi digital di Indonesia berasal dari kualitas layanan internet yang relatif masih tertinggal dibandingkan negara lain. Hambatan lain adalah pengeluaran investasi di bidang teknologi informasi (TI) yang juga relatif tertinggal dibanding negara lain.

Investasi TI di sektor-sektor utama pemberi kontribusi ke pertumbuhan ekonomi seperti manufaktur dan pertambangan relatif masih rendah, bahkan cenderung lebih rendah dibandingkan negara-negara dalam kelompok yang sama. Namun investasi yang cukup tinggi tercatat di sektor tersier seperti e-commerce dan fintech yang pada 2016 diperkirakan mencapai sebesar USD1,7 miliar.

Apabila hambatan-hambatan dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut dapat diatasi, maka diperkirakan bahwa digitalisasi ekonomi mampu memberikan nilai tambah sebesar USD150 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2025 (sekitar 10% terhadap PDB), yang dibarengi dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja mencapai hampir 4 juta orang (Studi Mc Kinsey Indonesia: McKinsey Indonesia-2016, Unlocking Indonesia’s Digital Opportunity)

Revolusi digital yang memicu aktivitas berbasis digital yang makin meluas telah menciptakan ledakan informasi maupun banjir data. Selain jumlahnya yang sangat besar dan dihasilkan dengan sangat cepat, variasi data yang tercipta juga sangat beragam, sehingga Big Data memiliki karakteristik yang dikenal dengan 3V, yaitu : volume, variety, dan velocity. Karakteristik ini kemudian berkembang menjadi 5V, dengan tambahan value dan veracity (keyakinan terhadap kebenaran data).

Data yang berjumlah sangat besar ini sayangnya masih sangat sedikit yang telah termanfaatkan. Studi oleh IBM menunjukkan bahwa 80% dari semua data di dunia baik yang berupa teks, gambar, video ataupun suara, belum dapat dimanfaatkan, terutama karena sifatnya yang tidak terstruktur. Di sisi lain, disadari bahwa data yang sangat besar tersebut sesungguhnya menyimpan begitu banyak informasi dan pengetahuan yang lebih dalam, yang apabila diolah dengan baik, dapat memberikan manfaat yang luar biasa.

Mencermati fenomena, ini maka seminar kali ini secara khusus mengangkat tema: “Globalisasi Digital: Optimalisasi Pemanfaatan Big Data untuk Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi”.

Dalam pengamatan kami, pemanfaatan Big Data di Tanah Air dalam 5 tahun terakhir telah semakin meluas. Industri komersial, termasuk di dalamnya industri sektor keuangan, relatif telah lebih dahulu memanfaatkan Big Data guna mendukung aktivitas bisnisnya, antara lain untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan secara lebih efisien dan efektif, mengurangi biaya distribusi serta memperkuat analisis risiko bisnis di sektor keuangan.

Beberapa instansi pemerintah/otoritas di Indonesia juga sudah mulai menggunakan Big Data dalam pengambilan kebijakan ataupun mendukung proses kerjanya. Pemerintah daerah melalui aplikasi smart city juga secara proaktif telah mulai memanfaatkan Big Data bagi peningkatan kualitas layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, transportasi dan keamanan kota.

Maraknya pengembangan smart city di berbagai kota memunculkan pula sumber data yang potensial dimanfaatkan lebih lanjut. Apabila data yang tersimpan pada setiap smart city dapat saling terhubung, bisa jadi persoalan di satu kota ditemukan solusinya di kota lain. Contohnya, pemetaan secara cermat mengenai data surplus atau defisit komoditas antar kota dapat disinergikan untuk mengurangi volatilitas pasokan dan ketimpangan harga.

Sementara itu, kalangan Bank Sentral, termasuk Bank Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir juga sudah mulai memanfaatkan Big Data guna mendukung proses pengambilan keputusan.

Agus Marto Bicara Pemanfaatan Big Data & Transformasi Kebijakan Moneter BI

Bapak/Ibu, hadirin yang kami hormati,
Pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia dimulai pada bulan Oktober 2014, sejalan dengan dicanangkannya Program Transformasi Menuju Bank Indonesia 2024. Salah satu tema transformasi tersebut adalah state of the art technology, yang pada intinya adalah mendorong Bank Indonesia untuk memanfaatkan teknologi dan pendekatan mutakhir yang akan membantu Bank Indonesia dalam mencapai visi dan misinya secara efektif dan efisien.

Secara khusus, pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia diharapkan dapat memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor Moneter, Pasar Keuangan, Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah (SP-PUR).

Melalui pengamatan yang mendalam, manfaat Big Data bagi Bank Indonesia setidaknya akan diperoleh dari beberapa area sebagai berikut:

Tersedianya indikator-indikator baru secara lebih cepat dan lebih sering (high frequency) untuk mengatasi isu data lag yang seringkali dihadapi dalam perumusan kebijakan.
Keterkaitan antar pelaku keuangan (termasuk di dalamnya bank, lembaga keuangan non bank, maupun korporasi) dapat dipetakan secara lebih baik melalui penguatan network analytics guna memitigasi risiko sistemik.

Persepsi publik atas kebijakan Bank Indonesia dapat dipantau secara lebih akurat melalui sentiment analysis guna perbaikan strategi komunikasi kebijakan Bank Indonesia. Kami merumuskan pengembangan Big Data di Bank Indonesia menjadi tiga fase, yaitu (i) establishing foundation 2015-2018, (ii) empowering 2019-2021 dan (iii) executing innovative use 2022 – dst.

Dalam proses membangun pondasi yang kokoh untuk pemanfaatan Big Data, Bank Indonesia telah melaksanakan sejumlah pilot projects yang menghasilkan sejumlah indikator baru yang bersumber dari berbagai portal online, seperti indeks job vacancy dan indeks harga properti.

Selain itu, Big Data analytics mulai digunakan secara rutin sebagai bagian dari asesmen framework pengawasan sistem pembayaran. Untuk mendukung itu semua, terus dibangun kapabilitas baru untuk mengolah dan menganalisis Big Data.

Pada fase terakhir (mulai 2022), pemanfaatan Big Data di Bank Indonesia diharapkan telah bersifat real time sehingga dapat mendukung terciptanya inovasi penyediaan data/indikator baru dengan memanfaatkan sumber data yang lebih bervariasi sehingga dapat mendukung proses pengambilan keputusan yang berkualitas tinggi.

Apabila hambatan-hambatan dalam pemanfaatan teknologi digital tersebut dapat diatasi, maka diperkirakan bahwa digitalisasi ekonomi mampu memberikan nilai tambah sebesar USD150 miliar terhadap PDB Indonesia pada 2025

Bapak/Ibu, hadirin yang kami hormati,
Kami memandang bahwa secara umum terdapat 3 tantangan utama yang dihadapi dalam pemanfaatan Big Data. Pertama, ketersediaan dan akses terhadap sumber data. Ketersediaan akses data secara real-time merupakan basis bagi perumusan kebijakan yang mampu menjawab situasi terkini.

Di sisi lain, aksesibilitas data juga sering berbenturan dengan aspek kerahasiaan data. Oleh karena itu, perlu dibangun sebuah mekanisme yang dapat menjembatani kepentingan pemilik data agar bersedia untuk sharing data tanpa menimbulkan kekuatiran akan aspek kerahasiaannya.

Tantangan kedua adalah kualitas data. Salah satu karakteristik Big Data yaitu veracity (keyakinan akan kebenaran data), mengingat informasi yang terkandung dalam Big Data adalah data mentah yang masih banyak mengandung “noise”. Proses data cleansing dengan demikian menjadi hal yang kritikal guna memastikan data yang diperoleh bernilai untuk dianalisis lebih lanjut.

Tantangan selanjutnya adalah keterbatasan SDM dengan kualifikasi data scientist. Revolusi digital ternyata belum diimbangi dengan kecukupan keluaran perguruan tinggi yang memiliki keahlian memroses Big Data. Untuk itu, diperlukan kolaborasi erat dengan dunia akademisi agar kapabilitas Big Data dapat juga dibangun secara bertahap di internal institusi.

Kami meyakini bahwa revolusi digital yang tengah berlangsung ini, apabila dapat dimanfaatkan dengan baik, akan mampu membawa Indonesia pada lintasan pertumbuhan ekonomi sekitar 7% per tahun. World Bank (2016) menggambarkan hal ini dengan menggunakan terminologi digital dividens, di mana digitalisasi perekonomian diyakini mampu memberikan terobosan dalam bentuk peningkatan efisiensi di berbagai sektor ekonomi yang lahir dari target maupun keputusan-keputusan bisnis yang lebih akurat, mendorong terciptanya inovasi-inovasi baru, sembari menciptakan ekosistem perekonomian yang lebih inklusif.

Kesemuanya ini pada akhirnya akan meningkatan produktivitas perekonomian secara signifikan, yang pada gilirannya akan membawa perekonomian kepada lintasan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkesinambungan, yang diiringi dengan peningkatan kesempatan kerja dan pelayanan publik yang lebih baik.

Terobosan ekonomi digital guna peningkatan kesempatan kerja dan produktivitas merupakan pekerjaan rumah bersama. Dalam hal ini, pengampu kebijakan publik, pelaku usaha, dan akademisi sangat penting untuk saling berkolaborasi.

Sebagai penutup, melalui seminar ini kami ingin mengajak semua elemen masyarakat untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman dalam hal pemanfaatan Big Data yang merupakan fenomena tak terpisahkan dari perekonomian digital, sekaligus mendorong terciptanya kolaborasi antar institusi guna mendorong pemanfaatan Big Data secara lebih optimal.

Seminar nasional ini juga merupakan persembahan “Karya Nyata BI di Setiap Makna Indonesia” dalam rangka menggelorakan semangat gotong royong untuk membangun Indonesia yang lebih baik ke depan, sejalan dengan tema peringatan Hari Ulang Tahun ke-72 Kemerdekaan RI yaitu “Indonesia Kerja Bersama”.

Hal ini untuk memastikan potensi digital Indonesia yang sangat besar dapat ditransformasikan untuk pada akhirnya berkontribusi secara konkrit dalam akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Sekian dan terima kasih
Wassalamu’alaikum Wr Wb

Agus D.W. Martowardojo
Gubernur Bank Indonesia

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Fajar Sidik
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper