BISNIS.COM, JAKARTA--- Perusahaan asuransi yang memiliki produk asuransi kesehatan kini diwajibkan menanggung biaya pengobatan dan perawatan tertanggung yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Kewajiban itu diatur dalam Pasal 47 Peraturan Menteri Kesehatan No.21/2013 tentang Penanggulangan HIV/AIDS. Beleid itu mulai diundangkan sejak 30 April 2013 dan ditandatangani Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi.
Sesuai dengan beleid, pertanggungan itu wajib dicantumkan dalam informasi pada polis. Aditya Wardhana, Direktur Eksekutif Indonesia AIDS Coalition, mengatakan kebijakan baru ini perlu segera disosialisasikan kepada Kementerian Keuangan dan perusahaan asuransi swasta.
“Jika sekarang asuransi swasta bisa segera merealisasikan kebijakan baru ini, maka visi kita untuk mengendalikan epidemi AIDS bukan lagi sekedar mimpi namun bisa kita wujudkan bersama,” kata Aditya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Minggu (26/5/2013).
Selama ini, ujarnya, klaim kesehatan ODHA (orang dengan HIV/AIDS) kerap ditolak oleh asuransi swasta meskipun orang tersebut telah menjadi peserta. Jumlah ODHA saat ini diperkirakan mencapai 32.000 orang.
Beban biaya pengobatan dan perawatan ODHA dinilai harus dibagi dan tidak hanya ditanggung pemerintah. Saat ini, obat Antiretroviral (ARV) disediakan gratis oleh pemerintah.
“ARV juga telah terbukti sangat efektif sehingga ODHA yang sudah [memakai] ARV relatif tidak membutuhkan perawatan khusus berbiaya besar seperti yang selama ini ditakutkan perusahaan asuransi swasta,” kata Aditya.
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), sebanyak 62 perusahaan asuransi umum memiliki lini bisnis asuransi kesehatan dan kecelakaan pada 2012. Pangsa pasarnya dibandingkan produk industri asuransi umum lainnya mencapai 13,3%.