Bisnis.com, SURABAYA - PT Bank Maspion (Tbk) pada tahun ini memperketat pengawasan penyaluran kredit baru serta mengukur ulang potensi gagal bayar debitur yang ada.
Direktur Utama Bank Maspion Herman Halim mengatakan segera melakukan stress test terhadap debitur yang ada.
Menurutnya, momen pergantian kepemimpinan nasional, tekanan terhadap rupiah termasuk kenaikan upah, serta rencana perubahan tarif listrik bisa memengaruhi kelangsungan usaha korporasi.
"Nasabah yang ada di portofolio kami akan diukur daya tahannya, punya kemampuan berapa mereka bila menghadapi tekanan dari segala penjuru," jelasnya, Minggu (5/1/2014).
Seperti diketahui, Bank Maspion melepas 770 juta lembar saham atau setara 19,9% dari modal disetor penuh Juli 2013. Harga per lembar saham bank berkantor pusat di Surabaya itu saat penawaran perdana Rp320.
Dana yang dihimpun dari pelepasan saham ke publik Rp235 miliar. Sedianya dana tersebut digunakan untuk ekspansi kredit. Namun, kondisi global membuat rencana itu hati-hati dilaksanakan.
"CAR [Capital Adequacy Ratio] kami masih 20%, jadi dana sisa IPO masih banyak. Selain stress test kami juga akan mencari nasabah prospektif, tidak seperti tunggu warung," jelasnya.
Herman menuturkan sampai akhir 2013 total kredit yang dikelola lebih dari Rp3 triliun. Sedangkan dana pihak ketiga Rp3,6 triliun. Laba Rp40 miliar tumbuh 29% dibanding laba 2012 Rp31 miliar.
Perseroan, sambungnya, menargetkan sedikitnya bisa mencetak laba Rp45 miliar pada 2014 atau setara 12% dari tahun lalu. "Memang tidak terlalu besar pertumbuhannya, laba berkisar Rp45 miliar sampai Rp50 miliar," imbuhnya.
Di sisi lain, Maspion Group berencana menyuntik emiten berkode BMAS modal Rp1 triliun pada tahun ini. Meski demikian, Herman menilai rencana itu bisa jadi mundur pada 2015 akibat iklim usaha tahun ini kurang kondusif.