Bisnis.com, JAKARTA – Office of Chief Economist PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) memperkirakan likuiditas perekonomian terus meningkat di masa depan, didorong oleh peningkatan stimulus fiskal, moneter, serta aktivitas ekonomi dalam negeri.
Dalam Daily Economic and Market yang dirilis pada 25 Agustus 2025, Office of Chief Economist BMRI menyebut bahwa meningkatnya stimulus fiskal, moneter, serta aktivitas ekonomi domestik akan mendorong peningkatan likuiditas ekonomi.
“Office of Chief Economist Bank Mandiri memperkirakan likuiditas akan terus meningkat ke depan,” demikian dikutip Selasa (26/8/2025).
Bank pelat merah itu juga melihat, terdapat potensi dari penurunan suku bunga global pada akhir 2025. Kendati begitu, ekonom BMRI mewanti-wanti terkait penyaluran kredit.
Menurut laporannya, penyaluran kredit perlu dikelola secara hati-hati di tengah risiko ketidakpastian ekonomi global seperti perang dagang. Dalam hal ini, perkembangan uang beredar dalam arti luas (M2) perlu dijaga agar tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kegiatan produksi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Bank Indonesia (BI) mencatat, likuiditas perekonomian atau M2 pada Juli 2025 tumbuh lebih tinggi dibanding Juni 2025 yang tercatat sebesar 6,4% secara tahunan (year on year/YoY).
Baca Juga
Tercatat, M2 tumbuh sebesar 6,50% YoY atau mencapai Rp9.570 triliun pada Juli 2025. BMRI menilai, pertumbuhan yang lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya mencerminkan perbaikan likuiditas dalam perekonomian.
Kenaikan M2 terutama ditopang oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) dan uang kuasi yang melanjutkan tren peningkatannya. Tercatat M1 tumbuh 8,7% YoY menjadi Rp5.374 triliun, meningkat dari bulan sebelumnya yang tumbuh 8,0% YoY.
Sementara itu, uang kuasi meningkat 4,8% YoY menjadi Rp4.140 triliun, lebih tinggi dari pertumbuhan pada Juni 2025 sebesar 4,7% YoY.
Bank sentral juga mengungkap bahwa pertumbuhan M2 ditopang oleh pertumbuhan aktiva luar negeri bersih dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat.
Pada Juli 2025, aktiva luar negeri bersih tercatat tumbuh 7,3% YoY, atau meningkat dari 3,9% YoY pada bulan sebelumnya. Sementara tagihan bersih kepada pemerintah pusat terkontraksi sebesar 6,2% YoY mengecil dari kontraksi pada Juni 2025 yang sebesar 8,2% YoY.
Di sisi lain, penyaluran kredit pada Juli 2025 tumbuh sebesar 6,6% YoY menjadi Rp7.934 triliun. Realisasi itu lebih rendah dari pertumbuhan pada Juni 2025 yang tercatat sebesar 7,6% YoY.
Kredit korporasi dan perorangan masing-masing tumbuh sebesar 9,3% YoY dan 3,5% YoY. Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit modal kerja tumbuh 2,7% YoY, kredit investasi 11,8% YoY, dan kredit konsumsi 7,9% YoY pada Juli 2025.
Dari sisi pengumpulan dana, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga menunjukkan perbaikan. Tercatat pada Juli 2025, DPK tumbuh 6,7% YoY menjadi Rp8.972 triliun. Capaian itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,5% YoY.
Pertumbuhan ini ditopang oleh giro dan deposito yang tumbuh lebih tinggi masing-masing sebesar 10,0% YoY dan 4,7% YoY. Sementara itu, tabungan tumbuh sebesar 6,1% YoY, lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 7,2% YoY.
Adapun suku bunga deposito tenor 1 bulan, 3 bulan, 12 bulan dan 24 bulan pada Juli 2025 menurun masing-masing menjadi 4,80%, 5,72%, 5,02% dan 4,47%, yang sebelumnya pada Juni 2025 masing-masing sebesar 4,86%, 5,75%, 5,07% dan 4,55%. Sementara itu, suku bunga deposito dengan tenor 6 bulan meningkat menjadi 6,07% dibandingkan pada bulan sebelumnya yang sebesar 6,03%.