Bisnis.com, JAKARTA—Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ditantang memiliki laku pandai sebagaimana yang tercantum dalam POJK No.19 Tahun 2014.
Berdasarkan ketentuan tersebut, BPR maupun BPR Syariah (BPRS) perlu memenuhi beberapa persyaratan, seperti memiliki modal inti lebih dari Rp100 miliar, tingkat kesehatan dengan peringkat sehat selama periode penilaian dalam satu tahun terakhir.
Kemudian, memiliki non performing loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) paling tinggi 5% selama periode penilaian dalam enam bulan terakhir, rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) paling sedikit 12%, tidak dalam keadaan rugi dalam satu tahun terakhir, serta tidak terdapat pelanggaran ketentuan BPR atau BPRS tertentu.
Ketua umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto mengatakan laku pandai menjadi salah satu tantangan BPR ke depan mengingat sejumlah persyaratan itu masih jauh dari pencapaian.
Meski demikian, dia mencatat sudah ada tujuh BPR yang paling tidak telah memenuhi salah satu persyaratan dan memiliki kesempatan untuk mengajukan implementasi layanan tanpa kantor tersebut. Persyatan tersebut adalah telah memiliki modal inti di atas Rp100 miliar.
“Itu hanya salah satu syarat. Syarat yang lain itu banyak laku pandai, teknologi, kemudian seterusnya,” katanya saat ditemui Bisnis.com, belum lama ini.
Meski demikian, dia optimistis BPR masih memiliki kesempatan besar untuk memenuhi persyaratan-persyaratan lainnya. Apalagi, lanjut Joko, prinsip dasar laku pandai merupakan bisnis utama BPR, yaitu basic saving account dan kredit mikro.
“Ke depan, antisipasinya kita bagaimana dengan adanya laku pandai itu. Satu, supaya nasabah existing tidak terekrut, yang kedua potensi pasar tidak berkurang karena itu,” ujarnya.
Dari data statistik BPR konvensional, total BPR per Juni 2015 sebanyak 1.640 BPR. Darti total tersebut, sebanyak 7 BPR memiliki modal inti di atas Rp100 miliar.