Bisnis.com, JAKARTA--Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) akan segera memberikan usulan kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait dengan rencana penerbitan aturan zonasi untuk Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Ketua Kompartemen BPRS Asbisindo Cahyo Kartiko mengatakan saat ini OJK melalui Peraturan OJK Nomor 20/POJK.03/2014 tentang Bank Perkreditan Rakyat telah mengatur aturan modal untuk bank perkreditan konvensional menjadi 4 zona.
Untuk zona 1 yang berada di wilayah DKI Jakarta harus menyetor modal minimal Rp14 miliar untuk mendirikan BPR baru. Untuk zona 2 atau di wilayah Jawa dan Bali, serta Kabupaten atau Kota Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi harus menyetor minimal Rp8 miliar.
Untuk pendirian BPR baru di zona 3 atau di Ibukota Provinsi luar Jawa dan Bali harus menyetorkan modal minimal Rp6 miliar dan di zona 4 atau di wilayah lain, seperti kawasan Indonesia Timur minimal modal disetor senilai Rp4 miliar.
"Namun, kami mengharapkan adanya relaksasi terkait kebijakan tersebut kepada BPRS, yakni dengan mengusulkan hanya ada 3 zonasi," ucapnya kepada Bisnis.com baru-baru ini.
Adapun usulan 3 zonasi yang akan diserahkan kepada pihak otoritas tersebut, Cahyo memerinci terdiri atas zona 1 dengan modal disetor minimal untuk pendirian BPRS baru senilai Rp12 miliar, zona 2 dengan modal disetor minimal senilai Rp6 miliar, dan zona 3 dengan modal disetor minimal senilai Rp2 miliar.
Lebih lanjut dirinya menjelaskan Asbisindo mengusulkan pembagian 3 zonasi tersebut dengan pertimbangan bahwa industri BPRS masih relatif muda dengan jumlah bank yang relatif sedikit dibandingkan jumlah BPR konvensional dan lokasinya tersebar di beberapa pulau.
Statistik Perbankan Syariah yang diterbitkan OJK mencatat per Mei 2015 jumlah BPRS di wilayah Indonesia sebanyak 162 bank atau jauh di bawah jumlah BPR yang ada, yakni sebanyak 1.643 bank.
Asbisindo berharap dengan adanya relaksasi terkait aturan zonasi ini nantinya para investor menjadi tertarik untuk mengembangkan BPRS yang telah ada dan menanamkan investasinya di BPRS.
"Kami khawatir apabila tidak diberikan relaksasi, maka akan mengurangi minat investor dan mendorong terjadinya merger atau akuisisi BPRS yang telah ada apabila para pemegang saham tidak tertarik menambah modal," ucap Cahyo.