Bisnis.com, MEDAN--Perbankan menilai instrumen transaksi derivatif di Indonesia cenderung terbatas sehingga korporasi lebih suka melakukan aktivitas itu di luar negeri.
Assistant Vice President Decentralized Complience & Operational Risk (DCOR) Treasury Group PT Bank Mandiri Tbk Mei Dwi Suprayitno menuturkan saat ini korporasi lebih suka melakukan transaksi derivatif di luar negeri.
"Ada produk transaksi [derivatif] yang dinilai murah oleh korporasi tak ada di Indonesia, tapi ada di luar negeri," ungkapnya pada Bisnis.com, Jumat (29/4/2016).
Dia mencontohkan structured product. Structured product di Indonesia hanya boleh dalam bentuk valuta asing (valas), bukan rupiah, tetapi di luar negeri fasilitas structured product tersedia dan lebih murah dan korporasi lebih suka transaksi hedging di luar negeri.
Menurutnya, regulator harus lebih aktif menyediakan instrumen transaksi derivatif mengingat pada 2017 tidak boleh ada korporasi yang melakukan hedging di luar negeri.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia 16/21/PBI/2014 tentang Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pengelolaan Utang Luar Negeri Korporasi Nonbank menegaskan agar korporasi melakukan transaksi lindung nilai perbankan domestik, 2016 merupakan tahun terakhir korporasi untuk melakukan hedging di luar negeri.
Dia mengungkapkan regulator dan kalangan perbankan harus menyiapkan variasi transaksi yang menarik korporasi untuk melakukan hedging di dalam negeri dengan premi yang kompetitif dan menjamin berbagai jenis risiko yang bisa saja menimpa korporasi.