Bisnis.com, JAKARTA - Industri perbankan dituntut memiliki rencana aksi penyelamatan diri ketika terjadi guncangan krisis keuangan yang menyebabkan penurunan tingkat kesehatan bank.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) saat ini tengah menyiapkan aturan lanjutan dari Undang-undang No. 9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) berupa Peraturan OJK mengenai kewajiban bank untuk menyiapkan rencana aksi penyelamatan diri.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, dalam aturan yang akan diterbitkan pada April 2017 itu, OJK menyiapkan panduan mengenai rencana aksi yang harus disiapkan bank berdampak sistemik dalam menghadapi risiko krisis keuangan.
Dalam rencana aksi itu, bank berdampak sistemik wajib menyampaikan sejumlah opsi rencana yang akan dilakukan ketika mengalami masalah solvabilitas, baik dari sisi permodalan ataupun likuiditas, yang terjadi sebagai dampak krisis keuangan.
Poin-poin perencanaan itu harus disampaikan ke OJK selambatnya pada akhir Desember 2017, setelah ditandatangani oleh direktur utama, komisaris utama, dan pemegang saham pengendali atau pemilik bank.
Terkait permodalan, misalnya, rencana aksi penyelamatan diri bank berdampak sistemik harus menjelaskan secara rinci mengenai strategi yang akan dilakukan apabila dibutuhkan modal tambahan.
Direksi, komisaris, dan pemegang saham pengendali memastikan kebutuhan itu terpenuhi melalui berbagai cara, mulai dari tambahan modal dari pemegang saham ataupun menyiapkan investor strategis yang siap menginjeksi modal.
“Ketika ada tanda-tanda penurunan solvabilitas, OJK akan tagih itu,” ujarnya seusai menghadiri Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Rabu (22/2/2017).
Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad mengatakan beleid mengenai rencana aksi penyelamatan diri bank berdampak sistemik itu akan melengkapi tiga aturan yang sebelumnya sudah ada yakni POJK tentang manajemen risiko konglomerasi keuangan, POJK tentang tata kelola konglomerasi keuangan, dan POJK tentang kecukupan modal konglomerasi keuangan.