Bisnis.com, JAKARTA—Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai dampak pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM) yang dilakukan Bank Indonesia masih belum signifikan untuk mendorong pertumbuhan kredit.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, kondisi likuiditas bank saat ini masih cukup sehat dengan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) rata-rata berada di bawah 90% dan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) di angka 23%.
Likuiditas bank juga ditunjang oleh besarnya Dana Pihak Ketiga (DPK). Indikatornya adalah pertumbuhan DPK yang mencapai 9,8% (yoy) per November 2017.
Dengan kondisi likuiditas berlimpah tersebut penyaluran kredit masih tersendat. Pertumbuhan kredit per November 2017 hanya 7,5% (yoy).
"Artinya bank menghadapi masalah struktural yang tidak bisa diselesaikan dengan utak atik kebijakan GWM," katanya, Kamis (25/1).
Dia menambahkan, sepanjang 2017 lalu bank masih sibuk untuk konsolidasi alias bersih bersih kredit macet. Waktu bersih bersih seharusnya sudah selesai awal tahun ini.
Namun, ada faktor yang bisa mempengaruhi kredit yaitu perlambatan ekonomi makro. Pertumbuhan ekonomi pada 2017 diprediksi hanya 5,05% atau stagnan dibandingkan dengan capaian pada tahun sebelumnya.
"Berkaca dari 2017 prospek 2018 pertumbuhan ekonomi akan moderat di 5,1%," imbuhnya.
Secara sektoral pertumbuhan industri pengolahan sepanjang tahun berada di bawah pertumbuhan ekonomi. Di segmen kredit konsumsi resiko juga masih besar.
Besarnya resiko di kredit konsumsi tercermin dari tutupnya beberapa gerai ritel dan konsumsi masyarakat yang tumbuh di bawah ekspektasi yakni 4,9%.