Bisnis.com, JAKARTA — Bank disarankan tidak menaikkan suku bunga terlalu tinggi sebagai respons terhadap kenaikan suku bunga kebijakan Bank Indonesia 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 50 bps dalam satu bulan terakhir.
Winang Budoyo, Chief Economist PT Bank Tabungan Negara Tbk. mengatakan, bank tidak perlu ikut menaikkan suku bunga secara signifikan karena likuiditas masih cukup terjaga. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (loan to deposit ratio/LDR) hingga Maret 2018 sebesar 90,19%.
"Kalau likuiditas terjaga artinya dana tetap berlebih jadi tidak ada kebutuhan bank untuk menaikkan suku bunga secara berlebih," katanya kepada Bisnis, Senin (4/6/2018).
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, bank tak perlu khawatir likuiditas mengetat sehingga bank berlomba-lomba menghimpun dana dengan cara menaikkan suku bunga.
Perry juga meminta bank tak menaikkan suku bunga kredit terlalu cepat. Alasannya, bank juga belum merespons secara keseluruhan penurunan suku bunga acuan BI sebanyak 200 basis poin.
Selain itu, BI juga bakal mengeluarkan kebijakan makroprudensial yaitu relaksasi loan to value (LTV) guna mendorong peningkatan permintaan kredit perumahan. Winang menjelaskan,langkah tersebut sama seperti yang dilakukan BI pada Agustus 2016.
Baca Juga
"Karena sebetulnya meskipun pertumbuhan kredit masih sekitar 8,5% tapi [pertumbuhan] KPR sekitar 11%. Jadi demand di situ masih tinggi," terangnya.
Sementara itu, Direktur BTN Budi Satria mengatakan, kenaikan bunga deposito dan tabungan di BTN bisa saja terjadi setelah kenaikan suku bunga acuan BI yang kedua kalinya.
Namun, pihaknya akan berhati hati sembari melihat perkembangan pasar. Sebab, kenaikan bunga simpanan akan berdampak pada meningkatnya cost of fund atau biaya dana.
"Karena peningkatan biaya dana yang diikuti dengan peningkatan suku bunga pinjaman biasanya akan berdampak pula pada peningkatan NPL," tegasnya.