Bisnis.com, JAKARTA — PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang memiliki fokus bisnis pada sektor hunian juga mulai menggarap segmen nasabah milenial sebagai salah satu sasaran penyaluran KPR yang dinilai potensial.
EVP Non Subsidized Mortgage and Consumer Lending Division BTN Suryanti Agustinar mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah program kredit yang dapat memenuhi kondisi finansial para generasi milenial dan first jobber untuk memiliki hunian. Menurut Yanti, sapaan akrabnya, BTN sudah sejak lama menawarkan uang muka atau down payment (DP) KPR rendah.
"Tantangan menghadapi pangsa pasar milenial adalah bagaimana mengajak mereka untuk berinvestasi dalam bentuk rumah. Karena kalau kita coba lakukan pendekatan dengan milenial saat ini mereka punya spending untuk gym, travelling, atau makan di restoran," ujarnya.
Untuk memenuhi kebutuhan para milenial, BTN telah menyiapkan sejumlah program untuk memenuhi kebutuhan hunian. Pertama adalah KPR Zero. Dalam program ini, debitur tidak diwajibkan membayar pokok pinjaman pada dua tahun pertama, namun hanya perlu membayar bunga pinjaman saja. Menurut Yanti kesulitan yang umum dihadapi oleh generasi milenial untuk membeli rumah adalah kesiapan dana untuk uang muka.
Kemudian, jangka waktu kredit ditentukan hingga maksimal 30 tahun. "Di Jepang saja tenor KPR bisa sampai 50 tahun tapi belum untuk di Indonesia. Menurut kami dengan tenor yang panjang angsuran menjadi lebih ringan untuk milenial. Termasuk untuk KPA dengan tenor maksimal 20 tahun," katanya.
Yanti menyampaikan secara umum BTN menetapkan DP minimal sebesar 5%, namun khusus untuk program pemerintah pusat atau pemerintah daerah, perseroan dapat menekan besaran uang muka 0%—1%. "Kami juka buka layanan pengajuan KPR online untuk memenuhi kebutuhan generasi milenial. Ini bisa kami langsung approve," tambahnya.
Baca Juga
Sampai dengan Juni 2018, bank pelat merah tersebut mencatatkan realisasi penyaluran KPR bersubsidi sebesar Rp83,36 triliun, tumbuh 30,26% secara year on year. Sementara itu, penyaluran KPR nonsubsidi pada periode yang sama tercatat tumbuh 13,4% secara year on year menjadi Rp72 triliun.