Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) akan segera menyusun aturan terkait sertifikasi debt collector financial technology (fintech) lending sebagai benyuk perlindungan pada nasabah.
Wakil Ketua AFPI Sunu Widyatmoko menargetkan aturan tersebut rampung awal tahun depan. Sertifikasi ini diharapkan dapat membentuk standar penagihan yang bertanggung jawab di lingkup Peer-to-Peer (P2P) lending.
“Saya rasa tidak ada cara lain selain sertifikasi, kami harus optimistis bahwa ini akan meredam permasalahan ini,” ujarnya saat dihubungi Bisnis, Senin (10/12/2018).
Sejauh ini, asosiasi akan membuka diri jika ada masyarakat yang hendak melaporkan anggotanya yang melakukan pelanggaran. Jika memang terbukti, asosiasi akan menindak tegas anggotanya sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang berlaku.
Sebelumnya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta melaporkan setidaknya terdapat 1.330 aduan yang masuk terkait dengan P2P lending yang melakukan praktik tidak bertanggung jawab. LBH memerinci terdapat 14 pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh penyelenggara.
Salah satu masalah besarnya adalah minimnya perlindungan data pribadi nasabah. Di samping itu, terdapat 25 dari 89 penyelenggara yang terdaftar di OJK yang dilaporkan dalam temuan ini.
Aduan ini dihimpun dari pos pengaduan yang dibuka oleh LBH Jakarta pada 4-25 November 2018.
“Kami harus konfirmasi ini kasus baru atau lama. Kalau masalah lama, kita selesaikan. Kalau masalah baru, kami jewer anggota kami," tambah Sunu.
Hari ini, AFPI mengirim surat kepada LBH Jakarta untuk melakukan pertemuan.