Bisnis.com, JAKARTA--Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Bambang Wibowo menilai komitmen rumah sakit menjadi kunci utama dalam melakukan proses akreditasi.
Menurutnya, biaya akreditasi pada dasarnya tidak terlalu memberatkan rumah sakit dan seharusnya tidak menjadi kendala dalam mengurus akreditasi.
Dia menyebutkan biaya akreditasi rumah sakit sangat relatif tergantung dari besar kecilnya kapasitas rumah sakit. Misal, untuk rumah sakit dengan kapasitas di bawah 100 tempat tidur, biayanya sebesar Rp32-Rp33 juta. Proses survei akreditasi dilakukan selama 4 hari oleh tiga surveyor.
Sedangkan untuk rumah sakit kapasitas besar dengan 1.000 tempat tidur atau rumah sakit pendidikan biayanya mencapai Rp98 juta. Survei memakan waktu hingga 5 hari oleh lima surveyor.
"Biaya sebetulnya tidak terlalu berat. Relatif ini kalau lihat besarannya, lama waktunya, ruang lingkup yang dinilai, pekerjaan dan jumlah surveyor. Tergantung besar kecilnya rumah sakit. Rentang Rp32-Rp98 juta ini untuk 3 tahun sekali," ujarnya dalam konfersi pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta, Senin (7/1/2019).
Dia berujar penyelesaian akreditasi rumah sakit sebetulnya sangat tergantung pada komitmen masing-masing rumah sakit.
Pihaknya pun berkomitmen akan membantu memfasilitasi proses akreditasi, terutama untuk rumah sakit kecil dan lokasinya jauh.
Sebelumnya, Kepala Bidang Advokasi lembaga swadaya masyarakat BPJS Watch Timboel Siregar menilai biaya survei akreditasi, verifikasi, dan workshop yang cukup mahal berdampak pada banyaknya rumah sakit yang enggan melakukan akreditasi.
Dalam perkembangan lain, BPJS kesehatan sempat memutus kontrak kerja sama dengan 92 RS akibat tidak terpenuhinya sejumlah syarat, seperti akreditasi dan izin beroperasi. Namun, akhirnya Kemenkes dan BPJS Kesehatan sepakat untuk memberikan kelonggaran bagi rumah sakit menyelesaikan akreditasi hingga Juni 2019.