Bisnis.com, JAKARTA—Lembaga Penjamin Simpanan menaikkan tingkat bunga penjaminan sebesar 25 bps setelah melihat pergerakan suku bunga rata-rata simpanan perbankan sepanjang periode observasi pada 4 Desember 2018—3 Januari 2019.
Tingkat bunga penjaminan untuk rupiah dan valutas asing (valas) pada bank umum naik menjadi 7% dan 2,25%. Adapun, tingkat bunga penjaminan rupiah pada bank perkreditan rakyat (BPR) meningkat menjadi 9,5%. Tingkat bunga penjaminan baru tersebut akan berlaku mulai 13 Januari—14 Mei 2019.
Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan bahwa kenaikan tersebut dilakukan setelah melihat berbagai faktor. Pertama, masih berlanjutnya tren kenaikan suku bunga simpanan perbankan dalam merespons suku bunga acuan Bank Indonesia.
“Berdasarkan data yang ada, dari Mei sampai akhir 2018, suku bunga moneter Bank Indonesia mengalami kenaikan 150 bps, kalau dari awal tahun 175 bps. Merespons kenaikan suku bunga BI ini, suku bunga simpanan rata-rata perbankan juga menunjukkan tren meningkat,” katanya di Jakarta, Kamis (10/1/2018).
Dia menerangkan suku bunga pasar simpanan (SBP) rupiah terpantau naik 10 bps menjadi 6,09% pada periode ovservasi. Adapun, sepanjang 2018, SBP rupiah mengalami kenaikan sebesar 88 bps. Kenaikan tersebut, mengindikasikan suku bunga acuan belum sepenuhnya direspons oleh perbankan.
Di sisi lain, SBP valas mengalami kenaikan sebesar 9 bps pada periode observasi, naik menjadi 1,23%. Adapun, sepanjang 2018, Halim menuturkan, SBP valas pada 19 bank benchmark mengalami kenaikan sebesar 66 bps.
“Di sisi lain, perbedaan antara rata-rata suku bunga yang ada dengan individual bank, distance margin, yang merupakan representasi intensitas persaingan antar bank, ini masih stabil, dan diperkirakan akan memengaruhi tingkat bung apenjanminan ke depan,” tambahnya.
Kedua, kenaikan tingkat bunga penjaminan juga didorong oleh kondisi likuiditas sektor perbankan yang masih ketat. Meski rasio kredit terhadap dana pihak ketiga(DPK) sedikit melonggar, risiko pengetatan masih cukup tinggi seiring dengan laju kredit yang lebih kencang daripada DPK.
“LDR [loan to deposit] bank umum, sedikit membaik dari 93,06% pada Oktober menjadi 92,59% pada November. Pada November pertumbuhan kredit turun menjadi 12,05% dari 13,35% pada Oktober 2018, pada saat yang sama pertumbuhan DPK pengelami penurunan terbatas menjadi 7,19% dari 7,60%,” jelasnya.
Ketiga, kondisi stabilitas sitem keuangan (SSK) dinilai berada dalam kodnisi terjaga dengan baik di tengah mulai meredanya tekanan dari depresiasi nilai tukar dan pasar keuangan. Halim menambahkan, LPS juga melihat bagaimana pergerakan pemerintah dalam menentukan tingkat bunga penjaminan baru.
Pada Oktober, rekening pemerintah di Bank Indonesia mencapai Rp170,18 triliun. Nominal tersebut merosot menjadi Rp144,98 triliun pada November 2018. Dia menyampaikan, hal ini mengindikasikan pemerintah melakukan injeksi sekitar Rp34 triliun ke sistem keuangan untuk melonggarkan likuiditas.
“Kami melihat bagaimana pergerakan pemerintah, atau rekening pemerintah yang ada di bank Indonesia itu naik, turunnya terkait APBN dan fiskal, jadi apabila posisinya turun ini menunjukkan adanya injeksi likuiditas di sistem keuangan dari pemerintah,” tuturnya.