Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemprov Diminta Benahi Internal Bank BJB

Pemerintah Provinsi Jawa Barat diminta untuk membenahi internal Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang dalam beberapa tahun terakhir sering terlibat kasus kredit fiktif.
Ilustrasi PT Bank Jabar Banten Tbk/Bisnis.com
Ilustrasi PT Bank Jabar Banten Tbk/Bisnis.com

Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat diminta untuk membenahi internal Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk. yang dalam beberapa tahun terakhir sering terlibat kasus kredit fiktif.

Pengamat perbankan Paul Sutaryono menilai, ada dua hal yang harus dibenahi di internal emiten bersandi saham BJBR tersebut. Pertama auditor internal, dan kedua pengawasan yang melekat.

"Karena fraud perbankan bisa dilakukan oleh pegawai level apa saja. Artinya pegawai dari bawah sampai atas bahkan manajemen bisa. Ini di internal harus dibenahi," kata dia saat dihubungi, Selasa (9/4/2019).

Menurutnya, dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) yang digelar akhir bulan nanti, pemegang saham harus menekankan profesionalitas auditor internal. "Sehingga dapat mencium bau busuk di unitnya, baik mulai kantor cabang, wilayah, sampai pusat," tegasnya.

Selain itu, sambung Paul, perlu dikembangkan pengawasan melekat atau waskat oleh atasan kepada bawahannya. Dengan demilian, setiap bibit upaya fraud dapat terdeteksi dari awal sehingga terjadinya kerugian finansial bisa dicegah.

Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno berkomitmen untuk mengawal proses uji kelayakan calon direksi Bank BJB di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Apalagi, ada dugaan beberapa petinggi bank tersebut terlibat dalam kasus kredit fiktif, baik di Bank BJB maupun anak usaha perseroan, Bank BJB Syariah.

"Kami juga akan kawal sampai di OJK," kata dia.

Menurutnya, direksi Bank BJB yang baru nantinya harus memiliki integritas, kompetensi, serta rekam jejak reputasi yang sesuai.

"Terlebih lagi untuk sebuah bank yang sedang berusaha masuk kategori papan atas," ujarnya.

Dalam beberapa tahun terakhir, Bank BJB dilanda berbagai kasus. Selama 10 tahun terakhir, pihak kepolisian berhasil mengungkap empat kasus kredit fiktif di perseroan. Tiga diantaranya terjadi di Bank BJB dan satu kasus di Bank BJB Syariah.

Pertama kasus kredit bermasalah di Bank BJB Cabang Sukajadi senilai Rp76,18 miliar. Kasus ini terungkap pada 2013 lalu. Kedua, kredit fiktif oleh Bank BJB Cabang Surabaya senilai Rp58,2 miliar yang terungkap pada 2014.

Ketiga adalah pemberian kredit fiktif di Bank BJB Cabang Sukabumi senilai Rp38,7 miliar terungkap pada 2016. Keempat adalah kredit fiktif yang disalurkan Bank BJB Syariah senilai Rp548 miliar. Kasus ini terungkap pada 2017 dan diduga melibatkan Gubernur Jawa Barat 2008-2018 Ahmad Heryawan.

Tak hanya kredit fiktif, Bank BJB juga tengah terlibat dalam dugaan wanprestasi. PT Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta diketahui tengah mengajukan gugatan wanprestasi kepada Bank BJB kantor cabang khusus Jakarta terkait dengan pembayaran Garansi Bank Pelaksanaan Nomor 1972/J.Pel/10/Jkt/2012 pada 24 April 2012.

Kerugian yang dialami Bank DKI seperti yang dijelaskan yakni rugi atas jaminan garansi bank pelaksanaan yang tidak dibayarkan sebesar Rp7,14 miliar. Lalu, kerugian berupa keuntungan yang telah diperhitungkan (winstderving) apabila nilai uang jaminan bank garansi yang tidak dibayarkan dengan total Rp13,39 miliar.

Terkait dengan gugatan itu, Bank DKI mengajukan sita jaminan berupa Menara BJB yang terletak di Jl. Naripan No. 12-14 Bandung, 40111.

Dari sisi keuangan, kinerja Bank BJB tidak terlalu moncer. Memang, perseroan berhasil menorehkan pertumbuhan laba yang cukup signifikan, yakni mencapai 27,73 persen.

Laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2018 mencapai Rp1,54 triliun, naik dari capaian 2017 yang hanya Rp1,21 triliun.

Pertumbuhan itu disebabkan oleh naiknya pendapatan yakni dari Rp11,41 triliun pada 2017 menjadi Rp11,84 triliun pada tahun lalu atau tumbuh sebesar 3,71 persen.

Namun arus kas perseroan justru defisit. Arus kas dari aktivitas operasi emiten Bank BJB defisit hingga Rp6,07 triliun selama 2018. Kondisi ini berbanding terbalik dari tahun sebelumnya di mana perseroan surplus Rp2,58 triliun.

Data negatif itu sebagian besar disebabkan oleh penurunan aset operasi perseroan, terutama dalam bentuk surat berharga, efek yang dibeli dengan janji dijual kembali atau reverse repo, serta wesel ekspor dan tagihan lainnya.

Sepanjang tahun lalu, penurunan aset dalam bentuk surat berharga mencapai Rp1,01 triliun, dan penurunan nilai reverse repo juga cukup tinggi yakni mencapai Rp2,49 triliun. Sedangkan penurunan wesel ekspor dan tagihan lainnya tercatat Rp715,25 miliar.

Penyebab lain juga tecermin dalam kenaikan (penurunan) dalam liabilitas operasi, yakni giro turun senilai Rp1,66 triliun pada tahun lalu, deposito berjangka senilai Rp1,31 triliun, dan simpanan dari bank lain senilai Rp1,8 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Tegar Arief
Editor : Akhirul Anwar

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper