Bisnis.com, JAKARTA – BI Fast Payment dinilai akan memberikan dampak terhadap perusahaan switching. Namun, perhitungan bisnis terkait dengan hal tersebut belum dapat terukur.
Direktur Utama PT Artajasa Pembayaran Elektronis Bayu Hanantasena menjelaskan bahwa seberapa besar dampak terhadap perusahaan tergantung kepada beberapa hal. Satu di antaranya adalah elastisitas frekuensi transfer akibat dari penurunan tarif.
Dia menambahkan bahwa seharusnya yang paling berdampak adalah bank acquiring dan destinasi. Pasalnya mereka yang mendapatkan bagian terbesar dari biaya jasa trasnfer antar bank. “Untuk switching hanya sebagian kecil, jadi yang akan berdampak lebih besar adalah penurunan fee based bank,” katanya kepada Bisnis, Senin (24/6/2019).
Dikonfirmasi terpisah, Rudy Ramli pemegang saham PT Daya Network Lestari, pengelola jaringan ATM Alto mengatakan hal serupa. Dia mengatakan saat ini biaya transfer antar bank yang dibebankan kepada nasabah sebesar Rp6.500 setiap kali transaksi.
Dari jumlah tersebut, sebanyak lebih dari 50% di antaranya, atau Rp3.500 merupakan jatah dari bank pemilik anjungan tunai mandiri (ATM) atau aplikasi yang digunakan. Kemudian sekitar 23% atau Rp1.500 diberikan kepada bank destinasi. “Perusahaan switching hanya dapat Rp1.500. Kalau ada dua switching yang terlibat, dibagi dua,” katanya .
Rudy menjelaskan bahwa sudah sewajarnya tarif transfer antar bank turun. Pasalnya implementasi teknologi telah membuat biaya sistem pembayaran dapat ditekan.
“Rp3.500 itu diputuskan untuk bank pemilik ATM, karena biaya operasional ATM mahal. Sekarang banyak orang transfer pakai handphone,” tambahnya.
Adapun secara umum Bayu dan Rudy menilai BI Fast Payment akan membuat penurunan tarif transfer antarbank. Dalam hal ini nasabah akan diuntungkan dan berpotensi mendorong frekuensi transfer antar bank.