Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jalani Fit & Proper Test Calon DGS BI, Destry Soroti 5 Hal

Kemampuan Destry bisa dibilang cukup diperhitungkan di sektor moneter. Hingga saat ini, Destry masih menjabat sebagai Anggota Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sejak 24 September 2015.
Destry Damayanti/Facebook-Pribadi
Destry Damayanti/Facebook-Pribadi

Bisnis.com, JAKARTA – Destry Damayanti, calon Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), menjalani fit and proper test di Komisi XI DPR RI pada Senin (1/7/2019).

Berdasarkan jadwal yang tertulis di Komisi XI, fit and proper test dimulai pukul 14.30 WIB, Senin (1/7/2019). Tepat pukul 14.00, Destry sudah berada di dalam ruangan rapat.

Destry terlihat sangat tenang. Bahkan sebelum rapat dimulai, Destry menyempatkan diri berfoto dengan anggota Komisi XI DPR RI.

Ia juga tak sendirian menghadiri fit and proper test tersebut. Pihak keluarga termasuk anaknya turut hadir menemani dan memberikan dukungan kepada Destry.

Seperti diketahui, Destry merupakan calon tunggal yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Mirza Adityaswara yang masa jabatannya akan selesai pada Juli 2019.

Kemampuan Destry bisa dibilang cukup diperhitungkan di sektor moneter. Hingga saat ini, Destry masih menjabat sebagai Anggota Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sejak 24 September 2015.

Sebelumnya, perempuan lulusan Master of Science dari Cornell University, New York Amerika Serikat, juga pernah menjabat sebagai Kepala Ekonom PT Mandiri Sekuritas pada 2005-2011. Selain itu, dia terpilih sebagai Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK pada 2015.

Untuk menjadi orang nomor dua di Bank Indonesia, Destry sudah menyiapkan lima area strategis yang akan dilakukannya jika terpilih.

Lima Area Strategis

Kelima area strategis ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, mendukung pertumbuhan ekonomi, serta mengembangkan sistem pembayaran yang aman efisien dan dapat dijangkau oleh masyarakat luas.

Pertama, optimalisasi bauran kebijakan yang bersifat akomodatif untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan dalam saat yang sama juga untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan memperhatikan dan menyesuaikan terhadap dinamika siklus bisnis dan keuangan yang terjadi. 

“Misalnya dalam situasi mencegah tekanan inflasi yang tinggi atau untuk merespon kenaikan suku bunga global maka Bank Indonesia perlu meningkatkan suku bunga domestik,” jelasnya di DPR, Senin (1/7/2019).

Namun demikian, katanya, pada saat yang bersamaan bank sentral perlu juga menjaga likuiditas sektor perbankan dan mendorong perbankan untuk tetap menjalankan fungsi intermediasinya.

Pendalaman Sektor Keuangan

Kedua, pendalaman sektor keuangan. Pendalaman sektor keuangan menjadi sangat penting bukan hanya untuk mendukung terjadinya stabilitas ekonomi tetapi juga untuk mendukung pembiayaan pembangunan ekonomi karena terbatasnya sumber dana pemerintah dan domestik.

Sementara itu, Destry menyebut, fakta yang ada di lapangan menunjukkan bahwa sektor keuangan relatif dangkal bila dibandingkan peer group. Sektor keuangan yang masih dangkal, menurutnya, hal ini menyebabkan tingginya volatilitas sektor keuangan Indonesia.

“Sebagai gambaran di periode akhir 2018 rasio kredit terhadap PDB Indonesia hanya mencapai 37 persen sedangkan di Thailand dan Malaysia 80 persen dan 100 persen,” ungkapnya.

Sistem Pembayaran

Ketiga, pengembangan sistem pembayaran yang lancar, aman, efisien, dan inklusif. Perkembangan ekonomi digital diikuti dengan perkembangan teknologi finansial yang berkembang pesat.

Bagi sektor perbankan, lanjutnya, disrupsi ini menghadirkan tantangan karena sudah merambah ke berbagai layanan yang selama ini dilayani oleh perbankan.

Dari sisi Bank Indonesia hal ini menjadi tantangan besar karena terjadi pergeseran pola transaksi menuju transaksi non tunai dan pelakunya pun tidak hanya bank namun juga non bank, sehingga hal ini akan mendorong terjadinya inovasi sistem pembayaran.

“Total transaksi digital payment Imani di Indonesia selama periode Maret 2018 Februari 2019 tumbuh hingga 73 persen sehingga tumbuh 40 persen dan sepanjang 2018 total nilai transaksi alami sudah mencapai 47 triliun,” jelasnya.

Ekonomi Dan Keuangan Syariah

Keempat, perkembangan ekonomi dan keuangan syariah. Destry mengatakan Indonesia dengan populasi muslim terbesar di dunia belum belum mampu berperan banyak dalam bidang ekonomi dan keuangan syariah.

Di sektor keuangan pangsa pasar industri syariah saja masih sangat rendah, di mana market share pada April 2019 hanya tercatat 5,9 persen untuk industri perbankan, 4,2 persen untuk industri keuangan nonbank, dan 16 persen di pasar modal atau secara total hanya mencapai 8,7 persen dari total industri keuangan di Indonesia.

Kelima, sinergi dengan Pemerintah, OJK, DPR, dan lembaga lainnya. Menurut komisioner LPS ini, sinergi dengan lembaga dan otoritas lain sangat dibutuhkan karena permasalahan yang dihadapi semakin kompleks.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Maria Elena
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper