Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah bakal merevisi Peraturan Pemerintah No. 14/ 2018 tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahaan Perasuransian.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala mengikuti rapat dengar pendapat atau RDP dengan Komisi XI DPR, Selasa (2/7/2019). “Kami akan melakukan sedikit revisi,” kata Sri Mulyani di sela-sela pemaparan presentasi.
Dia menjelaskan pihaknya bakal merevisi poin terkait penambahan modal bagi asuransi eksisting. Pada PP 14/2018, jelasnya, kepemilikan asing pada asuransi diberi batas maksimum hingga 80 persen dari modal disetor perusahaan.
Ketetapan itu dikecualikan bagi perusahaan asuransi eksisting non perseroan terbuka dengan kepemilikan asing telah melebihi 80 persen. Hal itu, kata Sri Mulyani, dikenal dengan konsep grandfathering.
Menkeu menjelaskan pihaknya bakal merivisi ketentuan terkait dengan penambahan modal bagi asuransi yang masuk dalam konsep grandfathering ini. Pasalnya, dalam PP itu ditetapkan bahwa penambahan modal disetor wajib dilakukan bersama badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia dengan persentase minimal 20 persen.
“Kami akan mengatakan kepemilikan asing yang sudah mendapatkan grandfathering dan apabila mereka melakukan penambahan modal, tidak mendapatkan pembatasan dari sisi minimum 20 untuk partner lokalnya.”
Baca Juga
Sebagai informasi, PP 14/2018 yang baru ditetapkan pada 18 April 2018 itu, mengatur kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian maksimal 80 persen dari modal disetor perusahaan perasuransian.
Dalam hal kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian yang bukan merupakan perseroan terbuka telah melampaui 80 persen pada saat PP tersebut berlaku, maka perusahaan perasuransian tersebut dikecualikan dari batasan kepemilikan asing dan dilarang menambah persentase kepemilikan asing.
Adapun, Pasal 6, ayat 2, regulasi itu menyebutkan dalam hal perusahaan perasuransi yang dikecualikan tersebut akan menambah modal disetor, maka atas setiap tambahan modal tersebut harus paling sedikit 20 persen diperoleh dari Badan Hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia, atau paling sedikit 20 persen melalui penawaran umum perdana saham di Indonesia.