Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank ICBC Indonesia menilai paruh kedua tahun ini masih akan menjadi tantangan bagi perusahaan untuk menyalurkan kredit. Pasalnya belum ada tanda-tanda adanya stimulus yang memberikan perubahan positif secara signifikan.
Direktur ICBC Thomas Arifin pun memperkirakan fungsi intermediasi perusahaan pada penghujung tahun ini tidak akan jauh berbeda dibandingkan dengan tahun lalu.
“Ini kami kecil sekali [proyeksi pertumbuhan kredit akhir tahun], karena kami target korporasi besar,” katanya di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Kendati demikian, menurut Thomas, perseroan masih menyimpan harapan pada kuartal terakhir tahun ini. ICBC memiliki sejumlah pipeline yang dapat dieksekusi apabila kondisi ekonomi baik domestik dan global membaik bagi para debitur.
Sejauh ini ICBC masih fokus menyalurkan dana kepada korporasi besar yang bergerak pada industri infrastruktur dan yang bernilai tinggi. Bank juga mengincar debitur pelat merah dan juga perusahaan asal China.
Adapun berdasarkan laporan publikasi per Juni 2019, ICBC menyalurkan kredit sebesar Rp37,28 triliun, atau naik 1,3 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Realiasi pertumbuhan tahun ini lebih lambat dibandingkan Juni 2018, 4,8 persen yoy.
Thomas mengatakan bahwa hal itu merupakan imbas dari ketidakpastian dunia usaha. Hal itu pun membuat bank ikut berhati-hati menyalurkan pembiayaan.
Sementara itu, rasio kredit terhadap pendanaan (loan to deposit ratio/LDR) bank juga naik dari 97,99 persen menjadi 131,78 persen. Pasalnya, meskipun kredit stagnan, tetapi dana pihak ketiga (DPK) anjlok 23 persen yoy menjadi Rp27,76 triliun.
Sebelumnya Thomas mengatakan bahwa perseroan menekan DPK lantaran ICBC memiliki strategi untuk mengurangi portofolio pinjaman bersuku bunga tinggi. Bank hendak menggenjot sumber dana jangka panjang yang berbiaya murah.