Bisnis.com, JAKARTA – Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) mengungkap tiga pertanyaan besar yang harus dijawab seluruh pihak terkait agar market share industri perbankan syariah bisa tumbuh signifikan.
Menurut Direktur Bidang Inovasi Produk, Pendalaman Pasar dan Pengembangan Infrastruktur Sistem Keuangan KNKS Ronald Rulindo, pertanyaan pertama yang harus dijawab adalah paradigma dalam melihat hubungan bank induk konvensional dengan unit usaha syariah (UUS) atau bank umum syariah (BUS).
Ronald menganggap selama ini masih ada paradigma yang memisahkan kinerja serta posisi UUS/BUS dengan bank umum induk. Menurutnya, akan lebih baik jika kinerja BUS/UUS dan bank induk tidak dipandang terpisah agar tak ada persaingan antara induk dan anak usaha dalam menggarap pasar.
“Dengan kapasitas model yang terbatas tentu mereka (BUS/UUS) tidak akan pernah mampu bersaing dengan induknya,” kata Ronald.
KNKS menganggap paradigma tersebut harus segera diubah. Lembaga ini lantas memberi contoh bagaimana pengembangan industri perbankan syariah bisa berjalan maksimal di negara tetangga, Malaysia, karena tidak adanya dikotomi antara BUS/UUS dan bank induk konvensional.
Menurut Ronald, KNKS masih mendapat laporan adanya BUS/UUS yang diberi peringatan oleh bank induk agar tidak terlalu jauh melakukan penetrasi dalam menggarap pasar. Hal ini membuat kinerja BUS/UUS terkait menjadi terbatas, dan berujung pada kurang optimalnya pertumbuhan mereka.
Pertanyaan kedua yang harus dijawab terkait arah keuangan syariah. KNKS memandang perlu adanya penciptaan nilai yang berbeda oleh pelaku industri perbankan syariah agar mereka tahu apa saja produk atau kebijakan yang hendak dikeluarkan untuk melakukan penetrasi.
“Harus dipikirkan untuk keuangan syariah yakni mengkaji unique selling point perbankan syariah. KNKS sendiri tengah berkoordinasi dengan pemerintah agar pembangunan infrastruktur terkait SDG (Sustainable Development Goals) bisa dibiayai keuangan syariah karena nilainya sesuai dengan nilai-nilai syariah,” tuturnya.
Ronald menyebutkan perbankan syariah harus lebih banyak dilibatkan dalam hal menyalurkan pembiayaan terhadap pelaku industri halal. Potensi yang besar dari industri produk halal jika dimanfaatkan maksimal bisa mendorong pertumbuhan market share perbankan syariah.
Ketiga, pihak terkait disebut harus mampu menghadirkan cara agar bank syariah dapat bersaing di masa depan. Menurut KNKS, industri perbankan syariah tak bisa berkembang pesat selama produk BUS/UUS relatif sama dengan bank konvensional.
“Kami mengapresiasi OJK yang tengah mengkaji SRIA (Sharia Restricted Intermediary Account) untuk menghadirkan bank syariah yang ideal dan ini bisa dimanfaatkan untuk spin off bank syariah,” ujarnya.
KNKS memandang produk SRIA bisa menjadi instrumen penolong bagi UUS yang akan memisahkan diri dari induknya. Sebagai catatan, SRIA nantinya memungkinkan investor untuk langsung membiayai proyek yang ditawarkan melalui perbankan, dengan tenor waktu dan imbal hasil yang disepakati terlebih dahulu.
“Dengan SRIA, ke depan bank syariah bisa cari dana asal dapat membuka akses dengan investor dari luar. Tahun depan kami akan membuat roadshow mengumpulkan potential investor, sehinggga SRIA bisa jadi instrumen FDI untuk pembangunan nasional yang kemudian mekanime pembiayaannya melalui perbankan syariah,” tuturnya.