Bisnis.com, JAKARTA — Kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional atau JKN yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan pada tahun depan dinilai sebagai langkah yang baik meskipun dihadapkan pada persoalan legalitas.
Pemerintah resmi menaikkan iuran program JKN seiring ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan oleh Presiden Joko Widodo pada Kamis (24/10/2019).
Seluruh segmen peserta tercatat mengalami kenaikan iuran. Pertama, peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat menjadi Rp42.000 dari saat ini sebesar Rp23.000. Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019.
Iuran Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas 3 akan meningkat menjadi Rp42.000, dari saat ini sebesar Rp25.500. Iuran peserta Kelas 2 akan meningkat menjadi Rp110.000 dari saat ini sebesar Rp51.000, dan iuran peserta Kelas 1 akan naik menjadi Rp160.000 dari saat ini sebesar Rp80.000
"Besaran iuran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 [Pasal 34] mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020," tertulis dalam beleid tersebut.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa pihaknya menyambut baik penyesuaian iuran yang dilakukan oleh pemerintah. Besaran iuran yang sesuai perhitungan aktuaria menurutnya dapat mengatasi masalah defisit akut.
Meskipun begitu, kenaikan iuran segmen PBI dan Pekerja Penerima Upah (PPU) yang iurannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dinilai Timboel bermasalah dari segi hukum. Anggaran untuk membayar selisih kenaikan iuran tersebut menurutnya tidak terdapat dalam APBN 2019.
"Dari segi hukum, Undang-Undang APBN 2019 itu [iuran] PBI senesar Rp23.000, jadi dipertanyakan legalitasnya. Ada 5 bulan pembayaran iuran yang tidak sesuai dengan APBN 2019, sementara APBN perubahan 2019 tidak ada," ujar Timboel kepada Bisnis, Selasa (29/10/2019).
Hal serupa turut terjadi dalam penambahan pasal 33A yang memuat berlakunya perubahan komposisi perhitungan iuran segmen PPU per 1 Oktober 2019. Pembayaran selisih iuran dalam rentang waktu tiga bulan itu menurutnya turut terkendala aspek legalitas.
Meskipun begitu, menurut Timboel, secara keseluruhan pihaknya mengapresiasi terbitnya Perpres 75/2019 tersebut. BPJS Watch memperkirakan akan terdapat dana tambahan mencapai Rp12,7 triliun bagi BPJS Kesehatan pada tahun ini dengan berlakunya Perpres tersebut.