Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bank Permata (BNLI) Estimasi Laba Bersih Hingga Rp2 Triliun

PT Bank Permata Tbk. (BNLI) mengestimasi raihan laba bersih sampai akhir 2019 berada di kisaran Rp1 triliunRp2 triliun, seiring dengan perbaikan kinerja
Nasabah bertransaksi di banking hall Bank Permata, di Jakarta, Kamis (27/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Nasabah bertransaksi di banking hall Bank Permata, di Jakarta, Kamis (27/6/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, SEMARANG—PT Bank Permata Tbk. (BNLI) mengestimasi raihan laba bersih sampai akhir 2019 berada di kisaran Rp1 triliun—Rp2 triliun, seiring dengan perbaikan kinerja.

Strategi BNLI dalam berbenah membuat kinerja keuangan menanjak. Per September 2019, laba bersih melonjak 121,11 persen year on year (yoy) menjadi Rp1,09 triliun dari sebelumnya Rp494,15 miliar.

Direktur Keuangan Bank Permata, Lea Setianti Kusumawijaya, mengatakan sampai akhir tahun, diharapkan laba bersih kembali meningkat menuju kisaran Rp1 triliun—Rp2 triliun.

“Intinya kalau profit masih sesuai rencana bisnis. Perkiraannya sampai akhir 2019 antara Rp1 triliun—2 triliun, tapi enggak sampai Rp2 triliun. Mestinya kita mencapailah,” ujarnya kepada Bisnis, baru-baru ini.

Setidaknya ada lima strategi yang dijalankan manajemen, yakni meningkatkan dan menjaga porsi dana murah atau current account saving account (CASA) di atas 50 persen, menyelesaikan kredit bermasalah, menyeimbangkan komposisi kredit, memperdalam hubungan dengan nasabah loyal, serta memperbaiki manajemen risiko dan tata kelola.

Per September 2019, Dana Pihak Ketiga (DPK) perusahaan tumbuh 2 persen year on year (yoy) menjadi Rp120 triliun. Hal itu ditopang kenaikan giro 11 persen dan tabungan 6 persen, sedangkan deposito menurun 4 persen. Rasio CASA pun meningkat menjadi 50 persen dari sebelumnya 47 persen.

“Ke depan kami akan lebih meningkatkan porsi CASA, dan menjaga di atas 50 persen. Karena sifatnya lebih berkelanjutan dan efisien,” tuturnya.

Sementara itu, total kredit per September 2019 mencapai Rp107,6 triliun. Secara garis besar, kontribusi kredit terdiri dari wholesale banking atau korporasi di atas Rp250 miliar sebesar Rp43 triliun, UMKM sekitar Rp30-an triliun, segmen ritel Rp30 triliun, dan pinjaman personal Rp3,5 triliun—Rp4 triliun.

Segmen ritel terbagi atas KPR sebesar Rp16 triliun, dan joint finance yang mencakup pembelian mobil, motor, dan perabotan rumah tangga.

Ke depannya, sambung Lea, BNLI berupaya meningkatkan porsi UMKM dan ritel, sehingga komposisi kredit nantinya sama rata 33 persen dengan segmen korporasi.

“Ke depannya kita tetap menjaga sebagai universal bank. Jadi nantinya komposisi kredit UMKM, ritel, koprorasi, sama kencangnya masing-masing sepertiga,” imbuhnya.

Bank Permata juga semakin berhati-hati dalam ekspansi kredit dan berfokus kepada nasabah sehat. Menurut Lea, manajemen sudah mendapat pelajaran berharga pada 2016 ketika Non Performing Loan (NPL) tinggi, dan terus berbenah.

Per September 2019, NPL membaik menjadi 3,3 persen dibandingkan September 2018 sebesar 4,8 persen. Ke depannya, BNLI menjaga rasio NPL di bawah 4 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper