Bisnis.com, JAKARTA – Maraknya produk digital pay later diyakini menjadi penyebab melambatnya pertumbuhan bisnis kartu kredit.
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Martha mencatat selama 2019 pertumbuhan penggunaan kartu kredit hanya 5 persen. Padahal tahun sebelum sebelumnya bisnis pembiayaan melalui kartu kredit dapat tumbuh 8 persen sampai 9 persen.
"Transaksi yang nilainya kecil orang akan mengandalkan dompet digital (pay later), tentu transaksi besar orang akan pakai kartu kredit, ke depan harus saling komplemen," kata Steve, Kamis (13/2/2020).
Dengan kondisi seperti ini, Stave meyakini bisnis kartu kredit akan segera pulih. Setelah era pay later mencapai titik keseimbangan, maka permintaan kartu kredit akan kembali tumbuh.
Stave menyebutkan lebih lambatnya bisnis pembayaran melalui kartu dibandingkan perkiraan, disebabkan layanan pay later menggelar promo besar-besaran. Terutama untuk kegiatan konsumtif seperti pembayaran tagihan di restoran, perjalanan hingga belanja di pusat perbelanjaan. Segmen yang sama dengan karakteristik nasabah kartu kredit.
"Ada perlambatan, tetapi ke depan [kartu kredit] tetap berkembang," sebutnya.
Bank Indonesia mencatat, hingga triwulan III/2019 jumlah pemegang kartu kredit di Indonesia mengalami penurunan. Tercatat jumlah kartu Kredit yang beredar turun 0,13 persen dari 17,3 juta kartu menjadi 17,28 juta.
Pay later merupakan produk yang dikeluarkan oleh perusahaan teknologi finansial. Produk ini memiliki skema mirip dengan kartu kredit dimana perusahaan pembiayaan memberikan talangan terlebih dahulu. Selanjutnya nasabah dapat mencicil belanja yang dilakukan atau langsung melunasi. Tercatat sejumlah perusahaan teknologi raksasa seperti Gojek, Traveloka, OVO, Kredivo memiliki layanan pay later ini.