Bisnis.com, JAKARTA - Kinerja fungsi intermediasi bank asing pada tahun ini diprediksikan belum bisa bangkit pada tahun tikus logam.
Pasalnya, akan banyak proyek infrastruktur dan industri pengolahan dari perusahaan besar yang tertunda.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, kredit pihak ketiga bank asing pada akhir tahun lalu tercatat Rp230,27 triliun, turun 6,01 persen secara tahunan. Kinerja ini justru berbanding terbalik dengan industri perbankan secara umum yang masih mampu tumbuh positif, meski hanya 6 persen yoy.
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang menyebutkan kondisi ekonomi dunia saat ini sedang tertekan, sehingga berdampak negatif pada kinerja perbankan, khususnya bank asing.
"Kami melihat masih akan turun tahun ini. Target pertumbuhan ekonomi dunia terus dipangkas. Artinya bank-bank asing yang sebanarnya cabang dari perusahaan luar negeri di Indonesia juga akan lebih konservatif tahun ini," katanya, Senin (16/3/2020).
Dia menjelaskan bank asing sangat bergantung pada pertumbuhan sektor industri pengolahan besar dan infrastruktur di Tanah Air. Meski masih ada beberapa masih cukup prospektif, tetapi korporasi secara general sudah mulai memangkas operasional yang berujung pada penurunan permintaan kredit.
"Kami juga lihat harga minyak turun. Itu berdampak pada harga komoditas andalan dan permintaan kredit perusahaan besar. Jadi memang sulit tahun ini," imbuhnya.
Akan tetapi, Lando menyebutkan laba bersih bank asing masih berpotensi tumbuh positif pada tahun ini. Hal ini dipengaruhi karena bank asing mampu meraup pendapatan dari transkasi jual beli mata uang asing yang cukup fluktuatif pada awal 2020.
"Ada spread yang bisa mereka manfaatkan untuk fee based income," katanya.
Adapun, laba bersih bank asing tahun lalu tercatat tumbuh 22,04 persen menjadi Rp10,52 triliun.
Senada, Analis Perhimpunan Perbankan Nasional (Perbanas) Dendy Indramawan menyebutkan kinerja kredit bank asing masih cukup berat tahun ini.
"Bank asing masih akan tergantung dari perkembangan ekonomi domestik dan dunia. Apalagi kinerja mereka sangat terkait dengan ekspor dan impor yang juga tertekan," katanya.
Akan tetapi, Dendy menyebutkan peningkatan pendapatan bank asing tetap akan terjaga. Meski mengandalkan dana nonkonvensional, induk usaha selalu menyediakan dana tenor panjang dengan bunga murah.
"Bahkan, dengan kemampuan itu bank asing mampu menekan bunga kredit single digit dan tetap mendapat margin yang cukup baik," katanya.
Executive Officer Country Head Of Indonesia MUFG Bank, Ltd. Daisuke Ejima sebelumnya juga mengakui besarnya tantangan peningakatan kinerja tahun ini.
Namun, perusahaan juga masih akan terus mengajak pelaku-pelaku usaha dari negara asalnya Jepang ke tanah Air, yang berpotensi menjadi debitur MUFG cabang Indonesia.
"Tantangan itu ada, tetapi kami juga kan coba terus menggarap potensi investasi yang nantinya akan meningkatkan kinerja kami. Kami akan tetap fokus pada segmen korporasi," katanya.
Sebagai informasi, kredit pada kuartal ketiga MUFG Ltd. cabang Jakarta tahun lalu tercatat RP114,1 triliun, naik moderat dari periode sama 2018 Rp111,3 triliun. Walau demikian, laba bersih tercatat Rp3,9 triliun, naik 34,5 persen secara tahunan.