Bisnis.com, JAKARTA - Untuk menutup defisit anggaran dan membiayai program Pemulihan Ekonomi Nasional, pemerintah dapat menerbitkan surat berharga negara (SBN).
Secara lebih rinci, pemerintah dapat menerbitkan SBN yang dibeli oleh Bank Indonesia di pasar perdana untuk dua tujuan tersebut dengan mekanisme yang berbeda.
Untuk kebutuhan pembiayaan defisit anggaran atau above the line, seperti kebutuhan seperti subsidi bunga, bantuan sosial, dan insentif pajak BI dan Kementerian Keuangan telah bersepakat untuk membatasi jumlah maksimal pembelian non-kompetitif BI pada SUN sebesar 25 persen dan pada SBSN sebesar 30 persen.
Untuk membiayai kebutuhan pembiayaan Program PEN, nantinya akan Kementerian Keuangan dan BI akan membuat perjanjian khusus mengenai hal itu.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan dalam konteks penerbitan SBN tersebut, tidak akan terjadi crowding out atau perpindahan dana masyarakat yang berada di bank ke surat berharga negara.
"Dalam konteks ini, untuk primer itu bukan pindahan DPK ke SBN, tetapi sebagian bank-bank melakukan pengelolaan asetnya. Apakah perlu likuiditas atau kelebihan likuiditas, yang kemudian ke SBN, sehingga crowding out tentu saja tidak terjadi," ujarnya, Selasa (19/5/2020).
Baca Juga
Perry menambahkan skema pembelian SBN di pasar primer juga akan menarik dana dari luar negeri sehingga menambah likuiditas dan cadangan devisa atau suplai valuta asing secara nasional.
Adapun, lanjutnya, crowding out akan terjadi jika pemerintah menerbitkan SBN ritel. Dengan ini, dana masyarakat yang berupa simpanan deposito dapat beralih ke SBN pemerintah.
"Ini perpindahan DPK ke SBN pemerintah untuk ritel, tetapi untuk yang di pasar primer itu tidak menimbulkan crowding out," ujar Perry.