Bisnis.com, JAKARTA — Para pemegang polis Asuransi Jiwa Bersama atau AJB Bumiputera 1912 berharap bisa menemui Badan Perwakilan Anggota (BPA) Bumiputera dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mencari kejelasan atas tunggakan klaim senilai total Rp5,3 triliun.
Koodinator Nasabah Korban Bumiputera Wilayah Jabodetabek Fien Mangiri menjelaskan bahwa para pemegang polis yang tergabung dalam forum tersebut merasa belum pernah mendapatkan informasi dari BPA, khususnya terkait masalah pencairan klaim.
Dia menjelaskan bahwa sejak awal para pemegang polis tidak mengetahui esensi dari bentuk usaha bersama Bumiputera, sehingga mereka pun tidak memahami posisi BPA. Sayangnya, dalam kondisi itu pun BPA tidak melakukan upaya jemput bola kepada para pemegang polis untuk menjelaskan kondisi perusahaan.
"Kami sih inginnya bertemu sama BPA atau OJK, tolong berikan kami penjelasan, kami tunggu BPA berkomunikasi dengan kami. Kalau benar kami pemegang saham, ya kami diajak ngomong lah, terus beri kami kepastian kapan [klaim] dibayar," ujar Fien kepada Bisnis, Minggu (26/7/2020).
Perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama menjadikan pemegang polis sebagai pemegang saham, artinya kepemilikan jumlah polis sebanding dengan kepemilikan jumlah saham. Mereka pun memiliki tugas dan wewenang selayaknya pemegang saham di perusahaan umum, yakni mengawasi dan menentukan kebijakan perseroan.
Fungsi tersebut diwakilkan kepada BPA yang berasal dari 11 daerah pemilihan (Dapil). Mereka bertugas untuk menjaring aspirasi para nasabah dan mewakilinya dalam penentuan kebijakan perusahaan bersama manajemen Bumiputera.
Karyawan melayani nasabah di kantor cabang PT Asuransi Jiwa Bumiputera/JIBI-Endang Muchtar
Para pemegang polis mengaku belum pernah terdapat komunikasi antara BPA dengan mereka, meskipun kasus gagal bayar Bumiputera telah mencuat dalam dua tahun belakangan. Fien sendiri berharap BPA dapat membantu kembalinya dana para pemegang polis.
"Kami pikir kami tidak mau ikut campur dalam urusan manajemen, kami cuma mau uang kami kembali," ujar Fien.
Pengamat asuransi dan Mantan Komisaris Bumiputera Irvan Rahardjo menilai bahwa prinsip keterwakilan dari BPA memang tidak proporsional. Hal tersebut karena jutaan pemegang polis Bumiputera hanya diwakili oleh 11 orang, bahkan saat ini hanya terdapat lima orang anggota BPA yang tercatat aktif.
Selain itu, menurut Irvan, anggota BPA pun kerap berasal dari tokoh-tokoh daerah, akademisi, politisi, dan sebagainya. Hal tersebut menimbulkan kesan seolah-olah Bumiputera merupakan perusahaan milik pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Dalam kondisi itu pun terdapat konflik kepentingan di tubuh BPA, yakni dengan adanya judicial review Pasal 6 Ayat (3) Undang-Undang (UU) 40/2014 tentang Perasuransian. Salah satu poin dari gugatan itu adalah keberatan atas larangan pejabat pemerintahan dan politik untuk menduduki Rapat Umum Anggota (RUA), bentuk baru dari BPA.
"BPA ini kan punya kepentingan, itu jangan dikedepankan, jangan mengutamakan kepentingan diri sendiri. Mereka harus legowo, anggota partai politik jangan bersikeras menggugat UU 40/2014," ujar Irvan kepada Bisnis, Jumat (24/7/2020).
Dia menilai bahwa polemik itu justru akan mempersulit berbagai upaya penyehatan Bumiputera. BPA bersama OJK, selaku pengawas industri asuransi, perlu melakukan komunikasi dengan para pemegang polis dan mendorong penyehatan perseroan.