Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Industri Asuransi Jiwa Diklaim Masih Terjaga selama Pandemi. Ini 2 Alasannya

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menjelaskan bahwa dalam kondisi pandemi virus corona ini seluruh sektor perekonomian menghadapi tantangan, tak terkecuali asuransi jiwa. Adanya pembatasan aktivitas dan penurunan daya beli masyarakat turut berimbas terhadap kinerja bisnis asuransi.
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2019). Bisnis/Nurul Hidayat
Karyawan berkomunikasi didekat logo beberapa perusahaan asuransi di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) di Jakarta, Selasa (15/1/2019). Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia atau AAJI memastikan bahwa industri asuransi memiliki napas yang kuat untuk melalui masa pandemi Covid-19, sehingga pelayanan dan pembayaran klaim tidak akan terganggu.

Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon menjelaskan bahwa dalam kondisi pandemi virus corona ini seluruh sektor perekonomian menghadapi tantangan, tak terkecuali asuransi jiwa. Adanya pembatasan aktivitas dan penurunan daya beli masyarakat turut berimbas terhadap kinerja bisnis asuransi.

Menurut Budi, meskipun berada dalam masa penuh tantangan, industri asuransi tetap bisa menjaga napasnya dengan baik dan mempertahankan kualitas pelayanan. Setidaknya, Budi menyatakan terdapat dua faktor utama yang membuat bisnis asuransi jiwa tetap berjalan dengan baik selama pandemi ini.

Pertama, industri asuransi sangat disiplin terhadap asset liabilites management karena bisnisnya bersifat jangka panjang. Budi menilai bahwa hal tersebut membuat industri bisa cukup tahan terhadap guncangan yang bersifat temporer, seperti pandemi ini.

"Kalau [pandemi Covid-19] ini terus berlanjut, jangan lupa perusahaan asuransi jiwa umumnya disiplin dengan asset liabilities management. Kalau ada polis jatuh tempo 20 tahun lagi, diupayakan mencari obligasi yang jatuh temponya sama," ujar Budi kepada Bisnis, Senin (27/7/2020).

Kedua, yakni besarnya nilai investasi di instrumen pendapatan tetap yang bisa menjadi cadangan untuk menjaga arus kas. Menurut Budi, jika industri perlu mencairkan investasi untuk memenuhi kebutuhan klaim, instrumen pendapatan tetap itu menjadi pilihan tepat dalam kondisi saat ini.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total aset investasi industri asuransi jiwa per Mei 2020 mencapai Rp426,2 triliun. Dari jumlah tersebut, investasi di deposito tercatat senilai Rp34,13 triliun atau 8,01 persen dari total investasi asuransi jiwa, kemudian investasi di obligasi mencapai Rp27,5 triliun atau 6,47 persen dari total aset investasi.

Total investasi di instrumen deposito dan obligasi senilai Rp61,63 triliun itu mencapai 215,5 persen dari total klaim yang dibayarkan industri asuransi jiwa pada Januari–Mei 2020 senilai Rp28,6 triliun. Artinya, pencairan dari instrumen itu pun masih dapat mencukupi kebutuhan arus kas industri.

"Ada tambahan ketahanan napas untuk membayar klaim nasabah dalam bentuk deposito," ujar Budi.

Budi menuturkan bahwa perusahaan-perusahaan asuransi jiwa memang turut merasa 'pusing' dengan kondisi perekonomian saat ini, tetapi tingkat kepusingan itu masih terkendali. Hal tersebut karena industri asuransi jiwa masih berada dalam koridor imlpementasi manajemen aset dan liabilitas yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper