Bisnis.com, JAKARTA — Pandemi Covid-19 yang melanda banyak negara dinilai turut memengaruhi retrosesi dari industri reasuransi ke luar negeri. Selain itu, kondisi industri reasuransi di dalam negeri pun diliputi ketidakpastian.
Direktur PT Maskapai Reasuransi Indonesia Tbk. (Marein) Trinita Situmeang menjelaskan bahwa perusahaan-perusahaan reasuransi melakukan retrosesi baik ke perusahaan di dalam negeri maupun luar negeri. Eropa merupakan salah satu tujuan utama dari retrosesi.
"Adanya pandemi virus corona ini turut memengaruhi aktivitas retrosesi, di antaranya ke Eropa," ujar Trinita kepada Bisnis, Selasa (28/7/2020).
Benua biru merupakan salah satu tujuan retrosesi utama dari perusahaan-perusahaan reasuransi di Indonesia. Marein mencatat bahwa negara-negara yang menjadi tujuan retrosesi di antaranya adalah Swiss, Jerman, dan Inggris.
Menurut Trinita, hambatan dari retrosesi terjadi karena adanya pembatasan aktivitas baik di Eropa maupun di Indonesia. Seperti diketahui, sejumlah negara menerapkan karantina wilayah (lockdown) dan Indonesia menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga aktivitas bisnis cukup terkendala sementara waktu.
Selain itu, melemahnya kondisi perekonomian pun membuat kinerja reasuransi cukup terkendala karena perusahaan asuransi selaku nasabah melakukan sejumlah penghematan. Hal tersebut dinilai memengaruhi perolehan premi dan premi retrosesi yang dibayarkan industri.
Berdasarkan Laporan Neraca Pembayaran Indonesia dari Bank Indonesia, jasa asuransi dan dana pensiun mencatatkan defisit US$217 juta pada triwulan pertama tahun ini. Jumlah tersebut meningkat 4,83 persen (year-on-year/yoy) dari defisit US$207 juta pada triwulan I/2019.
Ekspor jasa asuransi dan dana pensiun pada triwulan I/2020 tidak mengalami perubahan signifikan dari posisi triwulan I/2019, sama-sama berkisar US$15 juta. Namun, impor jasa tersebut mengalami kenaikan sehingga terjadi pelebaran defisit.
Pada triwulan I/2020, impor jasa asuransi dan dana pensiun tercatat sebesar US$232 juta. Jumlahnya meningkat 4,5 persen (yoy) dari triwulan I/2019 senilai US$222 juta.