Bisnis.com, JAKARTA - Penyelenggara teknologi finansial (tekfin/fintech) peer-to-peer (P2P) lending, terutama di segmen syariah dinilai memiliki potensi besar untuk membantu program pemulihan ekonomi nasional selepas pandemi Covid-19.
Lutfi Adhiansyah, Founder & CEO Ammana Fintek Syariah (Ammana) sekaligus Kepala Eksekutif Fintech Pendanaan Syariah Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), menjelaskan bahwa potensi ini berasal dari karakter fintech lending syariah yang memiliki sistem akad cukup fleksibel.
"Jati dirinya fintech lending syariah itu memiliki akad yang fleksibel. Berbeda dengan yang nonsyariah yang apapun produknya, pasti akadnya bunga. Kalau di syariah, sumber pembiayaan itu bisa dari bermacam-macam, apalagi kalau kita bicara akad untuk pembiayaan sosial," jelasnya kepada Bisnis, Senin (3/8/2020).
Hal inilah yang membuat produk komersil di fintech lending syariah, sebenarnya bukan hanya bisa berasal dari pemodal seperti lender atau investor, tapi juga bisa dikombinasikan dengan sumber dana sosial seperti donasi, sedekah, infak, zakat, atau wakaf.
Penyaluran dana yang biasa disebut recovery fund ini bisa ditujukan untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi dan sektor yang berhubungan dengan penanganan Covid-19.
"Di masa pandemi ini idealnya fintech lending syariah itu melakukan yang namanya social financing, kombinasi dana sosial tapi disalurkan kepada komersil yang soft loan. Kalau di syariah itu namanya qardhul hasan atau pinjaman kebajikan. Pinjam pokok, baliknya juga pokok," tambahnya.
Baca Juga
Peran fintech lending secara umum akan sangat membantu karena mampu mempertemukan golongan yang masih punya kemampuan finansial sebagai lender dengan sektor tersebut sebagai borrower dengan jangkauan yang luas.
Lutfi mencontohkan, Ammana sendiri pernah mempraktikkan akad qardhul hasan ini sebelum pandemi Covid-19 marak, kepada para pengusaha kecil yang terlilit hutang keluarga atau dari luar usahanya. Sehingga pelaku usaha tersebut tak bisa berkembang karena keuntungannya habis.
Oleh sebab itu, Lutfi optimistis hal yang sama bisa diterapkan pada UMKM terdampak Covid-19 atau sektor-sektor lain yang ingin dipercepat pemilihannya oleh pemerintah. Harapannya, para borrower nantinya tak akan terbebani, karena lewat program semacam ini, mereka nantinya hanya berkewajiban mengembalikan pokok pinjaman.
Pemerintah bisa memanfaatkan fintech lending sebagai tangan penyalur, sementara sumber pembiayaannya bisa kombinasi antara dana bergulir, alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), atau mendorong dana sosial yang dikumpulkan sendiri oleh masyarakat.
"Alangkah baiknya misalnya pemerintah melibatkan fintech untuk program dana recovery. Ini sangat memungkinkan. Karena dengan teknologi, kita bisa menjamah masyarakat lebih luas lagi, daripada recovery fund hanya dititipkan lewat perbankan," tutupnya.