Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom menilai kebijakan Bank Indonesia memangkas batasan uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) yang ramah lingkungan tidak akan efektif menggenjot konsumsi masyarakat.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan kebijakan tersebut tidak akan signifikan mendorong konsumsi masyarakat, termasuk juga kredit kendaraan bermotor di perbankan.
Pasalnya, kendaraan bermotor yang ramah lingkungan masih terbatas. Di sisi lain, masyarakat masih cenderung menahan konsumsi akibat pandemi Covid-19 masih terus berlangsung.
"Di tengah wabah saat ini, orang yang punya uang pun membatasi konsumsi. Perilaku itu tidak akan berubah hanya karena DP [down payment] nol persen," katanya kepada Bisnis, Rabu (19/8/2020).
Menurut Piter, sebagian masyarakat kehilangan pendapatan di tengah pandemi saat ini, sehingga pelonggaran DP 0 persen tidak akan menarik minat masyarakat untuk membeli kendaraan.
Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat kelas menengah ke atas. "Ini mirip dengan orang tidak keluar rumah karena hujan. Walaupun dikasih iming-iming, mereka tidak mau keluar rumah kecuali hujannya reda, atau dikasih payung," tuturnya.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kredit kendaraan bermotor di perbankan per Mei 2020 tercatat minus 6,3 persen secara tahunan (yoy).
Baki debet KKB per Mei 2020 tercatat sebesar Rp133,63 triliun, menurun dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp142,84 triliun.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo pada konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG), Rabu (19/8/2020), menjelaskan batasan minimum DP untuk jenis kendaraan roda dua dari diturunkan dari 10 persen menjadi 0 persen.
Sementara, kendaraan roda tiga atau lebih yang nonproduktif diturunkan dari 10 persen menjadi 0 persen, dan kendaraan roda tiga atau lebih yang produktif dari 5 persen menjadi 0 persen. Ketentuan tersebut berlaku efektif 1 Oktober 2020.
Perry menyampaikan keputusan ini tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian, termasuk hanya berlaku bagi bank-bank yang mempunyai rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) di bawah 5 persen.
"Ini adalah satu contoh lagi bagaimana BI, pemerintah, dan OJK bersinergi kuat. [Kebijakan] ini tetap memperhatikan prudensial dan ini bagian dari sinergi yang kuat dalam mendukung pemulihan ekonomi," tutur Perry.