Bisnis.com, JAKARTA - Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan nilai kredit yang belum ditarik fasilitasnya atau undisbursed loan pada Juni 2020 sebesar Rp1.607,96 triliun atau naik 6,05 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Peningkatan undisbursed loan pada periode itu, lebih besar dari kenaikan pada Mei 2020 sebesar 4,79 persen yoy, serta pada April 2020 sebesar 4,17 persen yoy.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengatakan dunia usaha mengalami tekanan yang luar biasa karena pandemi, sehingga tidak bisa beroperasi secara normal. Penjualan menurun drastis sehingga pelaku usaha kehilangan banyak sekali penerimaan.
"Jadi, sangat wajar bila kemudian dunia usaha mengurangi operasi mereka. Oleh karena itu mereka tidak membutuhkan banyak pembiayaan," katanya, Jumat (4/9/2020).
Di tengah kondisi seperti ini, lanjutnya, rencana kredit ke bank banyak tidak dieksekusi yang berujung pada meningkatnya angka undisbursed loan di perbankan. Menurutnya, hal ini sudah diantisipasi oleh bank. Adanya peningkatan undisbursed loan bukan permasalahan besar bagi bank.
"Yang lebih utama dan penting bagi bank adalah tidak terjadi kenaikan NPL. Justru kenaikan undisbursed loan bisa merupakan hal yang lebih baik bagi bank, ketimbang menjadi NPL," imbuhnya.
Dia memperkirakan sampai dengan akhir tahun, di mana wabah diperkirakan masih berlangsung, maka kenaikan undisbursed loan masih akan terjadi.
Senior Faculty LPPI Amin Nurdin menambahkan masih relatif tingginya suku bunga kredit menjadi penyebab undisbursed loan masih tinggi.
"Perbankan dapat melakukan pendekatan dengan memberikan insentif dan gimmick lain yang menarik bagi debitur untuk melakukan pencairan, misalnya penurunan suku bunga dan penyesuaian besaran angsuran yang lebih kecil untuk mendorong mereka segera melakukan pencairan," imbuhnya.