Bisnis.com, JAKARTA - Instrumen penyaluran dana industri perbankan yang mengalami pertumbuhan paling signifikan hingga paruh pertama 2020 adalah surat berharga. Sebaliknya, penempatan pada bank lain justru mengalami penurunan tajam.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan, penyaluran dana berupa kredit hingga Juni 2020 adalah senilai Rp5.617 triliun atau tumbuh 1,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Sementara itu, penempatan pada bank lain per Juni 2020 adalah senilai Rp222,86 triliun atau turun 19,12% secara year on year (yoy).
Penempatan pada Bank Indonesia dan Surat berharga per Juni 2020 masing-masing senilai Rp726,88 triliun dan Rp1.237 triliun. Penempatan pada Bank Indonesia mengalami pertumbuhan 8,6% (yoy) per Juni 2020. Surat berharga juga tumbuh tinggi yakni mencapai 27,4% (yoy).
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah Redjalam menilai surat utang negara menjadi pengerek pertumbuhan penempatan surat berharga yang dilakukan oleh industri perbankan dalam paruh pertama 2020 ini. Surat utang negara menawarkan imbal hasil atau bunga yang relatif tinggi terutama bagi bank-bank yang memiliki biaya dana yang rendah.
Selain itu, surat utang negara juga memiliki risiko yang relatif sangat rendah. Bahkan, risikonya tergolong tidak ada sama sekali.
"Di tengah kondisi pandemi saat ini yang artinya risiko kredit meningkat, bank-bank yang memiliki cost of fund [biaya dana] rendah akan lebih memilih menempatkan dana di surat utang pemerintah," katanya kepada Bisnis, Senin (18/9/2020).
Baca Juga
Menurutnya, selama pandemi masih berlangsung tren penyaluran dana ke surat berharga pasti terus berlanjut. Apalagi, pemerintah juga memerlukan dana untuk menutup defisit APBN selama pandemi.
"Peran perbankan dibutuhkan untuk membeli SBN pemerintah," sebutnya.
Penempatan dana di Bank Indonesia, lanjutnya, juga hampir serupa dengan surat berharga negara (SBN). Industri perbankan menjadikan penempatan dana di Bank Indonesia sebagai alternatif yang lebih menguntungkan daripada kredit.
Padahal, Bank Indonesia telah melakukan penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun. Penempatan Dana di Bank Indonesia yang dilakukan perbankan pun tidak hanya melalui giro wajib, tetapi dapat berupa Deposit Facility hingga Reverse Repo SBN.
"Intinya bank mengurangi risiko, dengan mengurangi penempatan dana yang lebih berisiko," sebutnya.