Bisnis.com, JAKARTA — Menjelang pergantian jajaran direksi dan komisaris Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan terkait rencana bisnis badan-badan tersebut. Langkah itu dinilai penting untuk memperkuat pengawasan BPJS.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menjelaskan bahwa OJK memiliki wewenang untuk mengawasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sebagai bagian dari lembaga jasa keuangan non bank (LJKNB). Munculnya aturan dari OJK dapat memperkuat pengawasan kepada dua BPJS itu.
Timboel menilai bahwa munculnya Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) tentang Rencana Bisnis BPJS dapat membuat pengawasan dua 'kantong dana' penyelenggara program jaminan sosial menjadi lebih kuat. Seperti diketahui, BPJS Kesehatan serta Ketenagakerjaan masing-masing mengelola dana jaminan sosial (DJS) dan dana badan untuk keperluan operasional.
"Pengawasan tidak hanya pada DJS, tetapi aset BPJS atau dana badan juga, saya melihat di sana [RSEOJK] tidak ada penjelasan khusus mengenai dua dana itu. Selama ini kan yang relatif 'tidur' kan aset badan itu," ujar Timboel kepada Bisnis, Senin (12/10/2020).
Dia menjelaskan bahwa pengawasan yang solid akan berkaitan dengan proses penempatan dana yang nantinya memengaruhi imbal hasil BPJS. Misalnya, OJK dapat mengawasi bagaimana BPJS Ketenagakerjaan menginvestasikan DJS, sehingga imbal hasil bagi peserta dapat lebih maksimal.
Muatan laporan yang lebih rinci dalam rencana bisnis, dibandingkan dengan rencana kegiatan dan anggaran tahunan (RKAT) membuat otoritas dapat mengawasi lebih rinci pergerakan aset dan investasi. Hal itu pun dapat ditindaklanjuti dengan analisa mendalam.
Baca Juga
"Konteks aset dana badan itu profit, sementara DJS surplus. OJK akan mengawasi dari sisi kesehatan keuangannya dan harus menginterpretasikan terkait kinerjanya," ujar Timboel.
Menurutnya, adanya pengawasan yang lebih kuat memberikan konsekuensi bagi otoritas untuk menyampaikan kepada publik bagaimana kinerja BPJS, baik Kesehatan maupun Ketenagakerjaan. Timboel menilai bahwa otoritas harus mampu menjembatani pelaporan badan publik kepada publik itu sendiri.
"Selama ini kan Kementerian Keuangan dan kementerian terkait, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial untuk BPJS Kesehatan dan Kementerian Ketenagakerjaan untuk BPJS Ketenagakerjaan sebagai wakil dari presiden ada [laporan] tapi tidak terpublikasi, Dewan Jaminan Sosial Nasional [DJSN] juga ada tapi tidak terbuka," ujar Timboel.
Penyampaian laporan BPJS kepada publik oleh OJK itu dinilai dapat membuat publik berpartisipasi aktif dalam mengevaluasi penyelenggaraan jaminan sosial. Timboel mengibaratkan bahwa publik sebagai 'pemegang saham' dari badan publik harus bisa diberi ruang aspirasi.
Adapun, RSEOJK itu terbit menjelang pergantian jajaran direksi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan yang habis masa jabatannya pada awal 2021. Timboel menilai bahwa terbitnya aturan itu bukan sebuah kebetulan, tetapi menjadi momentum yang tepat.
Menurutnya, aturan pengawasan dari OJK mestinya ada sejak awal-awal BPJS terbentuk agar pengawasan tidak hanya mengacu kepada kementerian terkait dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Meskipun begitu, terbitnya aturan itu menjadi sinyal positif bagi jajaran direksi dan komisaris selanjutnya.
"Harusnya dari awal [aturan OJK] ada, tapi ya sudahlah tidak usah bicara ini terlambat. Paling tidak dengan adanya SEOJK ini direksi [BPJS] ke depan bisa lebih kreatif untuk mencapai kinerjanya, dia pun akan merasa sudah lebih diawasi," ujar Timboel.
Dalam salinan RSEOJK tentang Rencana Bisnis BPJS yang diperoleh Bisnis, Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Riswinandi menjelasakan bahwa aturan itu berlaku bagi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Dia menjabarkan bahwa rencana bisnis itu paling sedikit memuat tujuh poin yang terdiri dari ringkasan eksekutif; evaluasi kinerja periode sebelumnya; visi, misi, dan sasaran strategi; kebijakan dan rencana manajemen; proyeksi laporan keuangan beserta asumsi yang digunakan; proyeksi rasio dan pos tertentu; serta informasi lainnya.
Menurut Riswinandi, pelaporan sebelumnya yang berupa RKAT akan tercantum dalam poin ringkasan eksekutif yang memuat pokok-pokok dari rencana kegiatan itu. Otoritas akan memperhatikan sasaran strategis BPJS dalam satu tahun dan lima tahun, indikator kinerja utama, serta target kinerja tahunan.
Otoritas mengatur bahwa BPJS Kesehatan harus mencantumkan rencana penyelenggaraan program dana jaminan sosial dan rencana program BPJS sebagai badan. Seperti diketahui, BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan mengelola dua pos dana, yakni dana jaminan sosial dan dana badan.
"Rencana kegiatan untuk BPJS Ketenagakerjaan meliputi rencana penyelenggaraan program jaminan kecelakaan kerja [JKK], Jaminan Hari Tua [JHT], Jaminan Pensiun [JP], dan Jaminan Kematian [JKm]," tulis Riswinandi dalam draft yang diterima Bisnis itu.