Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menilai bahwa pelaksanaan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) terus menunjukkan pengembangan dari berbagai aspek. Dalam satu tahun kepemimpinan Jokowi-Ma'ruf, DJSN memberikan enam catatan perbaikan jaminan sosial.
Anggota DJSN Muttaqien menilai bahwa reformasi jaminan sosial di Indonesia telah berjalan cukup lama dan setiap tahunnya terus terdapat perbaikan. Hal tersebut terjadi baik di BPJS Kesehatan maupun BPJS Ketenagakerjaan atau yang kini disebut sebagai BP JAMSOSTEK.
Meskipun begitu, DJSN selaku pengawas kedua BPJS menilai bahwa perbaikan jaminan sosial harus terus dilakukan. Pemerintah harus melakukan perbaikan dalam jangka pendek dan menengah, sembari menyiapkan skenario besar penguatan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan dalam jangka panjang.
Muttaqien menjelaskan bahwa setidaknya terdapat enam poin perbaikan pelaksanaan jaminan sosial dalam jangka pendek. Pertama yakni perlu adanya penyesuaian manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang masuk akal, disertai penentuan tarif Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs) yang lebih adil dan dapat diterima oleh fasilitas kesehatan.
"Juga perlu ada perbaikan model perhitungan iuran JKN berdasarkan aktuaria, dan optimalisasi koordinasi antar penyelenggara jaminan kesehatan, seperti asuransi swasta. Dengan perbaikan ini, diharapkan JKN ke depan bisa menjadi program yang superior, meninggalkan kesan inferior yang sekarang masih ada dan dirasakan beberapa kalangan," ujar Muttaqien kepada Bisnis, Senin (19/10/2020).
Kedua, diperlukan adanya penguatan integrasi operasionalisasi dan data terpadu antara BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Menurut Muttaqien, perbaikan ketiga yakni dengan memperkuat pencegahan, deteksi, dan penindakan dari error dan fraud yang ada di program jaminan sosial.
Perbaikan keempat yakni dengan meningkatkan kepesertaan sektor informal baik di Program JKN maupun jaminan sosial ketenagakerjaan oleh BP JAMSOSTEK. Menurut Muttaqien, langkah penting tersebut harus diiringi pula oleh upaya mendorong mekanisme kepatuhan peserta dalam membayar iuran.
"Kelima, tidak lupa, penguatan dan sinergi lembaga pengawas jaminan sosial yang lebih efektif juga harus terus dilakukan. Untuk itu, maka sistem monitoring dan evaluasi yang terintegrasi harus segera dibangun oleh kementerian dan lembaga," ujarnya.
Keenam, pemerintah dinilai harus melakukan kajian penyesuaian iuran jaminan pensiun lebih dini untuk mengantisipasi pelaksanaan program pensiun yang lebih baik di masa depan. Hal tersebut menurutnya berkaitan dengan ditetapkannya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, yang salah satunya berkaitan dengan manfaat pensiun para pekerja.
"Dengan adanya kebijakan Jaminan Kehilangan Pekerjaan dalam UU Cipta Kerja, maka momentum ini dapat dipergunakan untuk harmonisasi regulasi dan sinergi kebijakan sesuai dengan asas dan prinsip hukum jaminan sosial," ujar Muttaqien.
Adapun, terkait perbaikan jangka menengah, DJSN menilai bahwa paling tidak pemerintah harus segera melakukan revisi UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 24/2011 tentang BPJS untuk mendukung penguatan program, kelembagaan SJSN, dan tata kelola jaminan sosial yang lebih baik.
"Terlebih dengan tantangan arah perubahan dunia ke depan, seperti gig economy, perkembangan teknologi, maupun perubahan demografi, perbaikan jaminan sosial sangat penting dilakukan," ujar Muttaqien.
Pada Selasa (20/10/2020), pemerintahan Jokowi-Ma'ruf akan genap berusia satu tahun. Pasangan tersebut mengusung sejumlah program yang salah satunya yakni Mengembangkan Reformasi Sistem Jaminan Perlindungan Sosial.