Bisnis.com, JAKARTA — Industri asuransi menghadapi berbagai masalah besar, mulai dari gagal bayar dari beberapa perusahaan asuransi hingga adanya temuan tindak pidana korupsi. Meskipun begitu, industri terus mencatatkan pertumbuhan dengan prospek yang menjanjikan.
Dosen Program MM-Fakuktas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Kapler A. Marpaung menilai bahwa apa yang terjadi dengan industri asuransi merupakan kondisi yang unik. Sebagai industri yang menjual kepercayaan, bisnisnya tetap tumbuh di tengah berbagai kisruh dan prahara bisnis.
"Industri asuransi ini unik, walau banyak kasus-kasus asuransi bahkan sampai gagal bayar, industri ini masih tumbuh positif," ujar Kapler kepada Bisnis, Selasa (17/11/2020).
Pernyataan Kapler itu sejalan dengan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) bahwa sejak 2008, premi baru asuransi jiwa tumbuh rata-rata 14,4 persen setiap tahunnya dan premi lanjutan rata-rata tumbuh 14,7 persen. Adapun, total premi industri tumbuh 14,5 persen dengan total pendapatan yang terus meningkat rata-rata 15,6 persen per tahunnya.
Total aset industri asuransi jiwa pun tumbuh rata-rata 17,8 persen setiap tahunnya sejak 2008, diikuti oleh pertumbuhan investasinya yang rata-rata sebesar 17,8 persen. Jumlah tersebut berada di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berada di kisaran 5 persen sejak 2014.
Menurut Kapler, saat ini sejumlah perusahaan asuransi masih berjibaku dengan permasalahan gagal bayar, seperti PT Asuransi Jiwasraya (Persero), Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912, PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life) ,dan PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (WanaArtha Life).
Di tengah kondisi itu, tumbuhnya kinerja industri menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kepercayaan terhadap proteksi asuransi. Meskipun begitu, Kapler menilai bahwa dalam jangka panjang kepercayaan publik dapat luntur jika kasus gagal bayar tak kunjung terselesaikan, apalagi jika bertambah parah.
"Lama kelamaan ada juga pengaruh terhadap industri, yaitu turunnya trust kepada industri," ujarnya.
Kapler pun menilai bahwa di satu sisi, terus tumbuhnya industri di tengah dapat menunjukkan bahwa bisnis dapat berjalan di tengah guncangan besar.
Namun, hal tersebut dikhawatirkan berkembang menjadi preseden buruk sehingga perlu mendapatkan perhatian Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar pelaku bisnis terus menerapkan prinsip prudentiality.
"Jangan-jangan karena impact atas kasus-kasus yang ada tidak ada pengaruh signifikan kepada pertumbuhan industri, ini yang membuat kurangnya willing dari pemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah yang ada," ujarnya.