Bisnis.com, JAKARTA — Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 telah dua kali menyatakan akan menggunakan dana jaminan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk membayar klaim kepada nasabah. Hingga saat ini belum terdapat realisasi dari rencana tersebut.
Manajemen Bumiputera menyampaikan rencana penggunaan dana cadangan itu pada Rabu (21/10/2020) di hadapan perwakilan nasabah yang menggelar aksi unjuk rasa. Dana tersebut akan digunakan untuk membayar sebagian klaim jatuh tempo yang akhir tahun ini diperkirakan akan mencapai Rp9,6 triliun.
Pada pekan lalu, Kamis (3/12/2020), pemegang polis yang menamai kelompoknya Nasabah Korban Gagal Bayar Bumiputera kembali menggelar unjuk rasa menuntut pembayaran klaim. Dalam kesempatan itu, manajemen Bumiputera kembali menyampaikan rencana penggunaan dana jaminan.
Lantas, apa itu dana jaminan? Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) 71/2016 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, perusahaan asuransi wajib membentuk dana jaminan paling sedikit 20 persen dari ekuitas minimum yang dipersyaratkan otoritas, yakni Rp100 miliar.
Dana jaminan itu wajib disesuaikan dengan perkembangan volume usaha perusahaan. Bagi perusahaan asuransi jiwa, dananya paling sedikit sebesar 2 persen dari cadangan atas produk unit-linked ditambah 5 persen untuk produk selain PAYDI dan cadangan atas premi yang belum merupakan pendapatan.
Dana tersebut dapat dicairkan jika jumlahnya telah melebihi nilai minimal sesuai perhitungan POJK 71/2016 dan harus seizin otoritas. Namun, belum diketahui apakah dana jaminan Bumiputera itu melebihi telah ketentuan minimal, karena hingga saat ini OJK belum merestui permohonan pencairan oleh manajemen perseroan.
Pada Rabu (21/10/2020), Direktur SDM Bumiputera Dena Chaerudin menyatakan bahwa dana cadangan perseroan yang ada di OJK senilai Rp100 miliar. Namun, manajemen memperkirakan pencairan dananya hanya bisa sebesar Rp80 miliar.
Menurutnya, kelebihan dana cadangan tahun buku 2019 itu harus dicairkan karena adanya larangan penjual aset-aset Bumiputera oleh otoritas. Manajemen menyatakan bahwa total aset Bumiputera mencapai Rp10,3 triliun, meskipun berdasarkan laporan keuangan 2019 nilainya Rp9,97 triliun.
“Pencairan dana cadangan ini tidak bisa 100 persen, biasanya hanya 80 persen. Inilah yang sedang kami upayakan untuk membayar klaim pemegang polis yang jatuh tempo, kami upayakan kelebihan dana cadangan ini sekarang,” ujar Dena.
Lain halnya, Asisten Direktur Pemasaran Bumiputera Jaka Irwanta menyebutkan bahwa dana jaminan perseroan di OJK berkisar Rp60–120 miliar. Menurutnya, Bumiputera memiliki kelebihan dana cadangan karena terdapat banyak klaim yang sudah dibayarkan.
"Dana cadangan itu sebagai jaminan atas besaran pertanggungan pemegang polis. Karena sudah banyak yang dibayarkan maka jaminan juga berkurang [sehingga kelebihannya dapat dicairkan]," ujar Jaka kepada Bisnis, Senin (7/12/2020).
Pihak Bumiputera bersikukuh bahwa perhitungan risk based capital (RBC) tidak berlaku bagi perusahaan asuransi berbentuk usaha bersama. Hal itu pun mendasari keyakinan perseroan atas adanya kelebihan dana jaminan yang dapat dicairkan.
"RBC tidak berlaku untuk Bumiputera karena bukan perseroan terbatas [PT], kami menggunakan liabilitas," ujar Jaka.
Bisnis belum mendapatkan data kondisi keuangan terbaru dari Bumiputera karena perseroan tidak mempublikasikan laporan keuangan kuartalan di situs resmi, sebagaimana yang diharuskan otoritas. Namun, jumlah utang klaim yang kian menumpuk menjadi sinyal adanya krisis keuangan di Bumiputera.
Berdasarkan laporan keuangan 2019, Bumiputera mencatatkan RBC –1.182,39 persen. Padahal, berdasarkan POJK 71/2016, perusahaan asuransi harus memiliki RBC paling kecil 120 persen, artinya Bumiputera jauh berada di bawah batas minimal.