Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah perusahaan asuransi jiwa mencatatkan perolehan laba yang ditopang oleh investasi, alih-alih dari proses underwriting asuransi. Kondisi tersebut perlu dicermati di tengah sorotan masalah keuangan perusahaan asuransi akibat praktik investasi yang tidak baik.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2A Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Nasrullah menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan riset terhadap laporan-laporan keuangan industri asuransi jiwa. Otoritas menemukan bahwa bottom line atau laba industri berasal dari perolehan investasi, bukan hasil underwriting.
"Bahkan di beberapa perusahaan ada subsidi silang, antara hasil underwriting [yang negatif] itu justru disubsidi oleh hasil investasi. Hal yang ingin saya tekankan di sini pentingnya pengelolaan aset asuransi dalam hal investasi," ujar Nasrullah pada Kamis (10/12/2020).
Dia menilai bahwa perusahaan yang bergantung kepada hasil investasi harus memastikan bahwa kualitas pengelolaan asetnya memenuhi prinsip kehati-hatian. Tanpa pengelolaan yang baik, kondisi perusahaan seperti itu menjadi rentan, terlebih dalam tekanan ekonomi seperti saat ini.
"Artinya kalau di sini [investasi] dia failed, ya sudah, selesai semua. Paling yang kami kejar adalah pemegang saham pengendalinya untuk menambah modal, jika itu [penambahan modal] tidak terjadi, ya sudah, berarti perusahaan itu gagal, dan ini yang kami khawatirkan akan berakibat kepada industri secara keseluruhan," ujar Nasrullah.
OJK tidak mempublikasikan secara khusus data pendapatan underwriting seluruh perusahaan asuransi, tetapi terdapat sejumlah data kinerja industri asuransi. Secara keseluruhan, industri asuransi jiwa masih mengalami koreksi kinerja di tengah pandemi Covid-19.
Baca Juga
Berdasarkan statistik asuransi OJK per Oktober 2020, industri membukukan premi Rp139,3 triliun. Jumlah tersebut turun 8,54 persen (year-on-year/yoy) dari catatan Oktober 2019 senilai Rp152,3 triliun.
Pada Oktober 2020, industri membayarkan klaim Rp60,1 triliun yang turun 13,36 persen (yoy) dari periode yang sama tahun lalu senilai Rp69,4 triliun. Adapun, per Oktober 2020 beban industri senilai Rp144,9 triliun turun 7,73 persen (yoy) dari Oktober 2019 senilai Rp157,1 triliun.
Industri asuransi jiwa, pada Oktober 2020 ini membukukan hasil investasi negatif Rp9,1 triliun. Kondisinya berbalik rugi jika dibandingkan dengan capaian Oktober 2019 senilai Rp14,468 triliun.
Pada Oktober 2020, pendapatan senilai Rp127,7 triliun berkurang hingga 23,36 persen (yoy) dibandingkan dengan Oktober 2019 senilai Rp166,4 triliun. Namun, pada Oktober 2002 perolehan laba Rp2,3 triliun justru berbalik untung dibandingkan Oktober 2019 yang negatif Rp6,510 triliun.
Sementara itu, Ketua Bidang Aktuaria dan Manajemen Risiko Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Fauzi Arfan menilai bahwa sejak dahulu, perusahaan asuransi jiwa memperoleh untung dari hasil investasi. Itu pun menjadi salah satu sumber profit industri dengan kontribusi cukup besar.
Dia menilai bahwa besarnya kontribusi laba dari investasi turut dipengaruhi oleh portofolio unit-linked yang besar dan sifat investasi asuransi yang jangka panjang dengan dana jumbo. AAJI mencatat pada Oktober 2020 bahwa produk unit-linked mencakup 63,9 persen dari total polis asuransi jiwa.
"Punya investment profit bukan sesuatu yang tidak boleh, kalau bisa ada source earning dari underwriting. Namun, apakah [laba] industri didominasi dari investment? Saya rasa enggak juga karena pendapatan underwriting itu selalu jadi cita-cita industri," ujar Fauzi kepada Bisnis, Kamis (10/12/2020).