Bisnis.com, JAKARTA — Program tabungan perumahan rakyat (Tapera) akan segera menyertakan para pekerja non-pegawai negeri sipil pada tahun ini. Bertambahnya jumlah peserta akan meningkatkan manfaat yang harus disiapkan program tersebut melalui strategi investasi yang jitu.
Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana Badan Penyelenggara (BP) Tapera Eko Ariantoro menjabarkan bahwa pada tahun ini peserta non-pegawai negeri sipil (PNS) akan masuk untuk pertama kalinya ke program tabungan perumahan. Sebelumnya, program tabungan perumahan (Taperum) hanya diperuntukkan bagi PNS.
Penambahan peserta terjadi seiring masuknya segmen pekerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes). Lalu, BP Tapera pun mulai menyasar peserta mandiri, khususnya pekerja informal.
Eko menyatakan bahwa penambahan jumlah peserta akan turut meningkatkan dana kelolaan BP Tapera. Saat ini, badan tersebut telah menerima pengalihan dana dari likuidasi Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) senilai Rp11,86 triliun, ditambah akan masuknya modal awal dari pemerintah senilai Rp2,5 triliun.
Seiring terus bertambahnya jumlah peserta, BP Tapera memproyeksikan dana kelolaan pada 2024 akan mencapai Rp60 triliun. Penambahan itu menuntut BP Tapera untuk bisa mengelola investasi dengan optimal.
"Kebijakan pengelolaan dana Tapera akan didasarkan pada maturity profile dari dana yang dihimpun dari Peserta," ujar Eko kepada Bisnis, Kamis (21/1/2021).
Dana kelolaan BP Tapera pun akan terus meningkat seiring mulainya pembayaran iuran para peserta non-PNS pada tahun ini. Peraturan Pemerintah (PP) 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera mengatur bahwa besaran iuran adalah 3 persen dari upah, di mana 0,5 persen dibayar oleh pemberi kerja dan 2,5 persen dari pekerja.
Jika mengacu kepada PP 25/2020, iuran peserta akan dialokasikan ke tiga kantong, yakni dana pemupukan, dana pemanfaatan, dan dana cadangan. PP itu memberikan keleluasaan bagi BP Tapera untuk menentukan komposisi penempatan dana.
Dana pemupukan merupakan kantong yang dikelola oleh manajer investasi dalam bentuk kontrak investasi kolektif (KIK). PP 25/2020 mengatur bahwa investasi KIK harus ditempatkan di instrumen dalam negeri, di antaranya berbentuk deposito, surat utang, atau surat berharga di bidang perumahan dan kawasan permukiman.
Sebelumnya, Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana BP Tapera Gatut Subadio menyatakan bahwa sekitar 40 persen–60 persen alokasi dana pemupukan akan dilakukan lewat manajer investasi ke KIK.
Lalu, sekitar 30 persen–50 persen lainnya akan dialokasikan di bank dan perusahaan pembiayaan lewat efek atas penyaluran pembiayaan kredit pemilikan rumah, pembangunan rumah, atau renovasi rumah.
Selain itu, terdapat alokasi cadangan sekitar 5 persen yang ditempatkan di rekening operasional untuk pengembalian dana peserta dan deposito bila dana belum ditarik. Gatut menilai bahwa pencadangan sangat penting dilakukan.
“Kami perlu memastikan simpanan bisa kembali ke penabung dengan hasil pemupukannya," ujar Gatut belum lama ini.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan ketentuan KIK pemupukan dana Tapera yang tertuang dalam POJK 66/2020. Beleid itu mengatur lebih rinci ketentuan yang sudah ada dalam PP 25/2020 dan menambahkan kewenangan otoritas terkait pengelolaan dana Tapera, khususnya terkait KIK.
OJK berwenang untuk mengalihkan, membekukan, atau mengamankan KIK pemupukan dana tabungan perumahan. Beleid itu pun mengizinkan otoritas untuk membubarkan atau melakukan tindakan lain terhadap KIK jika diperlukan.
Sementara itu, dana pemanfaatan adalah kantong yang digunakan untuk pembiayaan perumahan peserta. Dana cadangan sendiri merupakan kantong untuk membayar simpanan peserta yang telah berakhir kepesertaannya.