Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menilai bahwa kinerja bancassurance pada tahun ini akan sangat bergantung kepada kondisi ekonomi makro yang ditentukan oleh penanganan pandemi virus corona. Dalam skenario terburuk, bisnis bancassurance setidaknya akan sama seperti capaian 2020.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menilai bahwa asuransi merupakan kebutuhan tersier bagi masyarakat, sehingga dalam kondisi pandemi tidak menjadi layanan yang paling dicari. Namun, keberadaan bancassurance dapat cukup membantu karena banyak masyarakat yang tetap membutuhkan layanan perbankan.
Meskipun begitu, bancassurance menghadapi tantangan sulitnya tatap muka untuk melakukan penjualan, sehingga kinerja penjualan cukup terhambat. Perbaikan penanganan pandemi Covid-19 pun dinilai menjadi kunci bagi tumbuhnya pemasaran asuransi, termasuk melalui kanal bancassurance.
"Sebenarnya tantangan kanal bancassurance itu enggak ketemu orang saja, aktivitasnya berubah jadi bank digital. Memang sudah zaman online, iya, tapi jangan lupa asuransi jiwa itu kebutuhan tersier. Jadi, orang kalau punya uang dalam situasi seperti sekarang ini akan disimpan," ujar Togar kepada Bisnis, Senin (25/1/2021).
Menurutnya, kondisi pandemi saat ini belum menunjukkan tanda perbaikan, terlihat dari terus bertambahnya catatan kasus positif, tingkat kematian, dan penuhnya rumah sakit di berbagai wilayah. Meskipun Covid-19 merupakan ancaman kesehatan dan jiwa, masyarakat justru cenderung menyimpan uangnya alih-alih membeli asuransi.
Togar pun menilai bahwa jika kondisi pandemi belum kunjung membaik, penjualan melalui kanal bancassurance setidaknya akan berada di posisi yang sama seperti 2020. AAJI mencatat bahwa bisnis bancassurance tumbuh 4 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal III/2020.
Kinerja bisnis itu, termasuk industri secara keseluruhan dapat tumbuh lebih baik jika kondisi pandemi Covid-19 menunjukkan sinyal perbaikan. Oleh karena itu, AAJI berharap vaksinasi dapat berjalan dengan optimal dan hasilnya positif, sehingga menghadirkan keamanan bagi masyarakat.
Togar menilai salah satu hal yang dapat dilakukan oleh para pemain bancassurance adalah dengan menempatkan produknya di layanan digital perbankan, seperti di aplikasi mobile banking. Namun, cara itu pun belum menjamin adanya peningkatan penjualan asuransi.
Menurut Togar, saat ini produk asuransi masih bersifat dijual, bukan dibeli. Hal tersebut membuat penyediaan produk tidak serta merta membuat masyarakat akan belanja proteksi, perlu strategi-strategi khusus agar asuransi itu bisa dibeli oleh khalayak, termasuk para nasabah bank.
"Akibatnya, kalau ditaruh saja begitu [produk asuransi di aplikasi perbankan] jadi enggak bunyi," ujar Togar.