Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) optimistis bahwa sentimen positif sektoral buat industri pembiayaan (multifinance) memang nyata, kendati masih punya batasan.
Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno memproyeksi kendati belum bisa menyamai periode 2019, tahun ini kinerja pembiayaan multifinance bisa dipastikan tak akan anjlok lagi seperti periode 2020.
Sentimen positif terhadap sektor-sektor andalan penyaluran pembiayaan multifinance, yakni heavy equipment atau alat berat dan otomotif, jadi salah satu indikator.
"Alat berat itu kan dipengaruhi industri tambang, kelapa sawit, infrastruktur dan rumah, juga kehutanan. Sekarang itu sudah jalan lagi semuanya," ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/2/2021).
Suwandi menjelaskan penyaluran kepada sektor-sektor ini pun sudah mendapat momentum sejak Q4/2020, tepatnya ketika ekonomi mulai pulih dan harga komoditas mendorong perusahaan terkait mulai meraup potensi kontrak-kontrak baru.
Sekadar informasi, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2020 piutang pembiayaan kelolaan multifinance ke sektor alat berat ditutup di Rp27,91 triliun, tercatat terus menurun sejak Maret 2020, dan turun 21,4 persen (year-on-year/yoy) dari capaian 2019 di angka Rp35,53 triliun.
Namun demikian, potensi pembiayaan ke sektor ini bisa tertahan, karena beberapa debitur yang masih terikat kontrak sewa guna usaha alat berat tercatat banyak yang mengajukan restrukturisasi.
"Jadi, kalau terkait restrukturisasi, baru bisa kita lihat pada periode Maret nanti, atau batas akhir kontrak restrukturisasi, mau lanjut atau tidak. Semua tentu berharap cicilan lama mulai jalan, dan pembiayaan baru bertambah, tapi tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing perusahaan," ujarnya.
Adapun, untuk sektor otomotif, Suwandi menjelaskan hal serupa. Kendati nilai piutang kelolaan belum bisa menyamai kinerja akhir 2019, setidaknya nilai penurunan bulanan pada Q4/2020 mulai melandai karena ditopang pembiayaan baru yang mulai berjalan lagi.
"Sekarang ini secara bulanan memang 40-50 persen dari penyaluran sebelum Covid-19. Tapi berproses naik. Kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat penopangnya. Kemarin kita sudah sempat jatuh sangat dalam, jadi kalau pun ada kondisi terburuk lagi akibat pandemi di 2021, rasanya tidak akan sedalam kemarin," ungkapnya.
Menurut Suwandi, yang masih membatasi penyaluran ke otomotif, salah satunya periode pembatasan sosial kegiatan masyarakat akibat pandemi.
Ini berpengaruh baik kepada segmen mobil pengangkutan di ranah produktif, atau motor dan mobil baru dan bekas di ranah konsumtif. Harapannya, pembatasan sosial bisa cepat rampung supaya kebutuhan masyarakat yang membutuhkan akomodasi kendaraan bermotor, bisa memacu penjualan otomotif.
Adapun sepanjang 2020, kinerja piutang pembiayaan kepada mobil pengangkutan dibukukan di Rp41,11 triliun, turun 16,47 persen (yoy) dari akhir 2019 di angka Rp49,23 triliun.
Untuk segmen konsumtif roda dua, motor baru hanya mencatatkan Rp64,70 triliun atau turun 23,33 persen (yoy), sementara motor bekas Rp16,58 triliun atau turun 23,76 persen (yoy).
Segmen roda empat baru yang masih menjadi penopang industri dengan nilai penyaluran tertinggi, ditutup di Rp112,22 triliun, turun 17,46 persen (yoy) dari Rp135,97 triliun pada Desember 2019.
Sementara segmen mobil bekas tercatat menjadi yang paling sedikit mengalami penurunan ketimbang lainnya, yakni Rp57,38 triliun atau hanya turun 1,82 persen (yoy) dari capaian 2019 yang ditutup di Rp58,45 triliun.
Kepala Departemen Pengawasan IKNB 2B OJK Bambang W Budiawan berharap besar periode 2021 menjadi masa perbaikan kinerja industri pembiayaan, yang notabene telah banyak berkorban lewat memberikan restrukturisasi yang mencapai Rp189,96 triliun atau mengambil porsi 48,52 persen dari total piutang pembiayaan.
"Indikator pembilangnya ada di kredit yang mendapat restrukturisasi. Apakah flat, atau ada pelunasan, atau justru ada tambahan baru. Sementara angka penyebutnya dari new financing growth. Bisa tumbuh 3 persen atau kurang lebih 1 persen saja itu sudah cukup bagus," ungkapnya kepada Bisnis.