Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asuransi Syariah Lebih Kebal Gagal Bayar, Kok Bisa?

Selain itu, beberapa skema asuransi syariah pun bakal menjadi standar aturan main mitigasi risiko asuransi konvensional, tepatnya sesuai International Financial Reporting Standard (IFRS) 17.
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia/AASI
Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia/AASI

Bisnis.com, JAKARTA - Asuransi syariah dinilai lebih kebal terhadap masalah gagal bayar.  Hal ini salah satunya karena asuransi syariah telah memiliki dana talangan internal (qardh).

Selain itu, beberapa skema asuransi syariah pun bakal menjadi standar aturan main mitigasi risiko asuransi konvensional, tepatnya sesuai International Financial Reporting Standard (IFRS) 17.

Ketua Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Tatang Nurhidayat menjelaskan artinya prinsip keterbukaan dan akuntabilitas industri asuransi syariah diakui dunia sebagai aturan yang prudent.

"Aturan-aturan yang akan diterapkan [di konvensional] ke depan sebenarnya mengambil atau sama intisarinya dengan asuransi syariah. Yaitu, dalam IFRS 17, walaupun memang tidak sama persis, tapi mendekatkan asuransi konvensional dengan syariah," jelasnya dalam diskusi virtual, Selasa (2/2/2021).

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) Erwin Noekman menjelaskan lebih lanjut beberapa aspek yang bakal berlaku tersebut.

Sebagaimana diketahui, asuransi konvensional berbasis risk transfer atau pengalihan risiko, yakni antara perusahaan sebagai penanggung dan nasabah sebagai tertanggung.

Sementara asuransi syariah berbasis risk sharing, saling melindungi dan menanggung proteksi finansial di antara sesama peserta.

Asuransi syariah memiliki dua akad, yaitu perjanjian membentuk dana tabarru dengan peserta lain dan perjanjian memperkenankan perusahaan berperan sebagai pihak pengelola dan berhak mendapat ujrah atau komisi.

Dalam skema asuransi syariah, perusahaan langsung membagi pembukuan biaya kontribusi atau premi yang didapatkannya ke dalam dua pos, yakni dana peserta (tabarru, investasi buat perusahaan asuransi jiwa, dan tanahud buat perusahaan dana pensiun) dan dana ujrah perusahaan.

Erwin menjelaskan terdapat beberapa aspek dari asuransi syariah yang tidak dimiliki asuransi konvensional, di antaranya dana talangan atau qardh, serta dana tabarru itu sendiri.

"Qardh itu semacam dana talangan. Jadi, dalam tanda petik, ya, sebenarnya tanpa adanya lembaga penjamin polis pun, asuransi syariah itu sudah ada penjamin polis, yaitu perusahaan asuransi itu sendiri. Lewat memberikan qardh itu tadi ke dana tabarru apabila ada kekurangan di sana," jelasnya.

Dana qardh berguna apabila terjadi deficit underwriting atau potensi kerugian di kumpulan dana tabarru. Berbentuk pinjaman oleh perusahaan yang nantinya bisa di-recovery dari peserta.

"Jadi inject modal di asuransi syariah itu memang tidak langsung masuk ke dana peserta, tapi menambah ketersediaan qardh. Jadi sebagai pinjaman apabila nantinya dana tabarru ada defisit," ungkap Erwin.

Adapun untuk dana tabarru, nantinya prinsip semacam ini akan turut hadir di asuransi konvensional. Rencananya bernama dana risiko, sesuai IFRS 17 yang berlaku mulai 2025.

"Nanti di konvensional juga akan ada pemisahan dana, mana yang benar-benar milik perusahaan, mana yang benar-benar untuk membayar klaim. Jadi arahnya justru mengikuti konsep syariah," ungkap Erwin.

Oleh sebab itu, nantinya apabila IFRS 17 telah berlaku, akan tampak bahwa aset asuransi konvesional yang kini tampak begitu besar, akan tampak lebih kecil karena terbagi.

Inilah kenapa dalam skema klaim atau manfaat di bisnis asuransi syariah, semuanya bersumber dari dana tabarru sehingga perusahaan tidak mengeluarkan uang sedikit pun.

"Jadi kalau dari kacamata investor, ketika mengelola asuransi syariah, risikonya memang lebih kecil. Cuma memang dengan risiko kecil, return pasti lebih kecil pula. Kelebihannya, skema asuransi syariah lebih bisa survive dari suatu krisis," tambahnya.

Satu-satunya perbedaan yang memungkinkan skema klaim dalam asuransi konvensional lebih fleksibel ketimbang manfaat dalam asuransi syariah, ada dalam klaim ex-gratia atau klaim di luar polis.

Asuransi konvensional bisa memberikan santunan ex-gratia seperti bencana dengan tanpa adanya perluasan polis sebelumnya, karena membayarkan langsung dari dana perusahaan, atas persetujuan manajemen, dan biasanya mempertimbangkan loyalitas nasabah atau pertimbangan bisnis.

"Kalau syariah, secara polis karena dana tabarru itu terkhusus, secara prinsip tidak bisa mengambil dari sana. Tapi apabila perusahaan mau, bisa saja. Asalkan mendapatkan opini Dewan Pengawas Syariah, dan memberikan santunan dari dana perusahaan atau biasanya penyisihan ujrah," ungkapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper