Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pembiayaan mikro pelat merah PT Permodalan Nasional Madani (Persero) diproyeksi ikut terlibat dalam rencana pemerintah untuk membentuk holding BUMN ultra mikro.
Wacana penggabungan PNM bersama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Pegadaian (Persero) yang dicanangkan Kementerian BUMN ini pun dijamin tak sekadar melanjutkan 'tren holding', tetapi memberikan manfaat.
Di antaranya, membentuk ekosistem ultra mikro dan merapikan pendataan UMKM, meringankan suku bunga nasabah akar rumput garapan PNM dan Pegadaian, serta memperlebar jangkauan BRI dalam akses pembiayaan kepada UMKM underserved.
Direktur Utama PT PNM Arief Mulyadi mengungkap bahwa fokus utama pihaknya terkait wacana ini, dikhususkan untuk menjaga benefit lebih kepada para UMKM binaan PNM.
"Tugas PNM bukanlah lembaga penyalur pinjaman modal kerja saja, tapi feeder wirausaha baru, serta aktualisasi masyarakat dan peningkatan produktivitas masyarakat akar rumput. Harapannya ekosistem ini membuka berbagai peluang buat mereka dalam menjalankan kegiatan wirausaha," ujarnya ketika dikonfirmasi Bisnis, Jumat (5/2/2021).
PNM memang tak sekadar lembaga pembiayaan, namun memberikan tiga modal, yaitu modal finansial itu sendiri, ditambah modal intelektual dan modal sosial lewat beragam forum dan pendampingan.
Oleh sebab itu, Arief berharap dengan ekosistem UMKM besar bersama BRI dan Pegadaian, akan terbangun pula jejaring usaha UMKM yang lebih luas, lewat saling mengenal dan menemukan keterkaitan usaha antar sesama mereka.
Terlebih, target PNM dalam menjangkau pangsa pelaku usaha mikro dan mendukung usaha para ibu dari keluarga prasejahtera pun tak main-main jumlahnya.
Nasabah program Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera atau Mekar dipatok mencapai 9,8 juta, jangkauan layanan hingga 5.000 kecamatan, dan apabila ditambah nasabah yang sudah 'naik kelas' di program Unit Layanan Modal Mikro (ULaMM), penyaluran PNM pada 2021 diproyeksi tembus Rp38 triliun.
Adapun, berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kinerja PNM selaku Lembaga Keuangan Khusus terbilang moncer.
Sepanjang 2020, PNM masih sanggup mencatatkan laba sebelum pajak di angka Rp363 miliar per Desember 2020 dengan pertumbuhan aset 25,62 persen (year-on-year/yoy) ke Rp31,10 triliun.
Memang, laba sebelum pajak PNM tercatat anjlok 71,65 persen (yoy) ketimbang capaian 2019 di angka Rp1,28 triliun akibat sempat terdampak pandemi.
Namun, ini terbilang positif karena sebelumnya PNM memproyeksi dirinya akan menutup buku dengan merugi, sebelum akhirnya tertolong pula oleh kucuran modal pemerintah untuk pemulihan ekonomi di kisaran Agustus 2020.
Kinerja laba PNM terdongkrak oleh tumbuhnya pendapatan operasional yang mencapai Rp5,49 triliun, naik jauh dari pencapaian tahun sebelumnya di Rp4,8 triliun, kendati cost revenue juga meningkat beriringan. Sementara beban operasional hanya naik dari Rp3,18 triliun pada Desember 2019 ke Rp3,86 triliun.
Berdasarkan catatan OJK terkait kinerja penyaluran pinjaman bersih, jumlahnya ditutup di Rp22,08 triliun atau naik 24,31 persen (yoy) dari Rp17,76 triliun di 2019.
Portofolio penyaluran PNM sepanjang 2020 kepada pembiayaan UMKM ke Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan LKM Syariah ditutup di Rp27,19 triliun. Sementara ke pembiayaan ke UlaMM Rp28,93 triliun, capital financing UMKM di Rp7,92 triliun, serta pembiayaan ke Mekaar mencapai Rp15,53 triliun.