Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Ekonomi Senior Institut Kajian Strategis (IKS) Eric Alexander Sugandi memperkirakan posisi cadangan devisa pada Februari 2021 akan meningkat menjadi sebesar US$140 miliar dibandingkan bulan sebelumnya.
“Surplus neraca dagang dan inflow dana asing ke bursa saham menjadi pendorong kenaikan cadangan devisa,” katanya kepada Bisnis, Kamis (4/3/2021).
Eric mengatakan, meski mengalami kenaikan, cadangan devisa Indonesia masih akan menghadapi beberapa risiko ke depan. Risiko jangka pendeknya adalah tekanan terhadap rupiah karena outflow yang disebabkan oleh dinamika di pasar global.
“Terutama di pasar finansial Amerika Serikat [AS], seperti kenaikan yield US treasuury beberap hari lalu,” katanya.
Eric menjelaskan, dalam kondisi ini, Bank Indonesia biasanya akan melakukan intervensi di pasar valuta asing (valas) dengan gunakan cadangan devisa.
Namun, menurutnya, aliran keluar modal asing ini sifatnya sementara karena ekonomi global akan melanjutkan pemulihan meski pandemi Covid-19 msih berlangsung.
Baca Juga
“Outflow dari emerging markets selalu bisa terjadi, tapi kemungkinan hanya sementara karena likuiditas global melimpah akibat kebijakan moneter dan fiskal yang ekspansif, terutama AS, Uni Eropa, dan Jepang,” jelasnya.
Sementara itu, negara-negara ini pun masih belum akan mengetatkan kebijakan fiskal dan moneter pada tahun ini. “Jadi kalaupun ada outflow dari Indonesia, dana asing ini akan masuk lagi ketika koreksinya dianggap sudah cukup besar”.
Pada Januari 2021 lalu, Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa adalah sebesar US$138,0 miliar, meningkat dari posisi pada akhir Desember 2020 sebesar US$135,9 miliar.
Posisi cadangan devisa tersebut disebutkan setara dengan pembiayaan 10,5 bulan impor atau 10,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
Posisi cadangan devisa tersebut pun dinilai mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.