Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Optimalisasi 'Payung Kesehatan' Utama saat Krisis

Meningkatnya kebutuhan akan proteksi tergambar dalam data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sepanjang 2020, yakni perolehan premi dari seluruh kanal pemasaran asuransi kesehatan mengalami pertumbuhan.
Karyawan melayani nasabah AXA Mandiri di  Jakarta, Rabu (3/1/2021). Bisnis/Abdurachman
Karyawan melayani nasabah AXA Mandiri di Jakarta, Rabu (3/1/2021). Bisnis/Abdurachman

Bisnis.com, JAKARTA — Penyebaran virus Corona barangkali menjadi pemicu terbesar yang memaksa masyarakat untuk mencari berbagai bentuk perlindungan diri, mulai dari masker, multivitamin, hingga alat olahraga. 

Lebih jauh lagi, pandemi Covid-19 ini mendongkrak kebutuhan masyarakat atas asuransi kesehatan.

Menurut Direktur Kepatuhan PT AXA Mandiri Financial Services Rudy Kamdani, peluang itu dirasakan betul oleh pihaknya maupun industri asuransi secara keseluruhan. 

Bagaimana tidak, asuransi menawarkan proteksi finansial bagi masyarakat di tengah ancaman risiko kesehatan.

Meningkatnya kebutuhan akan proteksi tergambar dalam data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sepanjang 2020, yakni perolehan premi dari seluruh kanal pemasaran asuransi kesehatan mengalami pertumbuhan. Artinya, terjadi peningkatan belanja asuransi kesehatan di tengah pandemi Covid-19.

AAJI mencatat bahwa pada 2020 perolehan premi asuransi kesehatan individu mencapai Rp1,11 triliun, naik hingga 21,98 persen (year-on-year/yoy) dari tahun sebelumnya Rp0,91 triliun. Terdapat kenaikan perolehan premi sekitar Rp200 miliar dari nasabah-nasabah perorangan.

Kemudian, sepanjang 2020 tercatat premi asuransi kumpulan mencapai Rp4,51 triliun, naik 9,73 persen (yoy) dari 2019 senilai Rp4,11 triliun. Lalu, pada tahun lalu premi asuransi kecelakaan kumpulan mencapai Rp0,06 triliun atau melesat hingga 50 persen (yoy) dari sebelumnya Rp0,04 triliun.

Pertumbuhan itu terjadi di tengah melambatnya perolehan premi industri asuransi jiwa secara keseluruhan. Sepanjang 2020, premi terkumpul mencapai Rp187,59 triliun atau melambat 6,1 persen (yoy) dari Rp199,87 triliun.

Rudy menilai bahwa kondisi tahun lalu menjadi gambaran masih tingginya permintaan asuransi kesehatan pada 2021. Sayangnya, peluang tidak semata-mata membuatnya mudah untuk direalisasikan menjadi penjualan karena pandemi Covid-19 memberikan tantangan tersendiri bagi pemasaran asuransi.

"Opportunity-nya ada tapi menjualnya susah, agennya mau saja keluar [menjual], tapi nasabahnya tidak mau keluar [karena khawatir dengan Covid-19],” kata Rudy. 

“Makanya kami berusaha melakukan transformasi digital, kami mempercepat program yang tadinya dua tiga tahun ke depan jadi ke 2020," tambahnya.

Menurutnya, AXA Mandiri fokus menjangkau sebanyak mungkin masyarakat melalui digitalisasi. Optimalisasi kanal digital dinilai sangat penting di tengah perubahan kondisi masyarakat akibat pandemi Covid-19, yang setidaknya terbagi menjadi tiga aspek utama.

Rudy menjabarkan bahwa perubahan itu terjadi dalam aspek digital, sosial, dan konsumsi. Ketiga aspek itu berpadu padan mengubah perilaku masyarakat, sehingga membuat perusahaan asuransi harus beradaptasi dengan cepat.

Upaya peningkatan kinerja industri asuransi jiwa pada tahun ini dinilai perlu dilakukan melalui optimalisasi kanal pemasaran andalan. Berkaca dari kinerja tahun lalu, bancassurance menjadi satu-satunya kanal yang meraup pertumbuhan premi.

"Dengan adanya peluang itu, digitalisasi, sudah pasti jangkauan kepada masyarakat yang membutuhkan akan lebih luas," ujar Rudy.

Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menilai bahwa meroketnya kebutuhan asuransi kesehatan belum disambut oleh pertumbuhan penjualan yang sama besar. Hal itu tidak lepas dari penetrasi dan densitas asuransi di Indonesia yang masih rendah.

Saat ini, penetrasi asuransi jiwa di Indonesia masih sebesar 1,21 persen, menggunakan perhitungan total premi industri terhadap produk domestik bruto (PDB). Jumlahnya tak berubah banyak dalam lima tahun terakhir, yang bergerak di kisaran 1,17 persen hingga 1,42 persen.

Setali tiga uang, densitas asuransi yang menggunakan perbandingan premi terhadap pendapatan per kapita pun masih terbilang rendah. Togar menjabarkan nilainya saat ini masih sebesar US$51 per orang, kalah dibandingkan negara-negara tetangga di Asia Tenggara.

Singapura mencatatkan penetrasi 6,7 persen dan densitas US$4.450 per orang, lalu Thailand 3,5 persen dan US$284,9 per orang. Tetangga terdekat, Malaysia, mencatatkan penetrasi 2,5 persen dan densitas US$287,9 per orang.

"Kalau kita bandingkan dengan teman-teman di Asean kita tuh urutannya di lumayan lah di atas Filipina, tapi itu tidak membanggakan, mestinya kita bisa menyusul Singapura misalnya, atau nomor dua juga oke lah. PR bagi teman-teman di industri untuk meningkatkan penetrasinya," ujar Togar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper