Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pelaku ekonomi syariah tidak cepat berpuas diri meski mencetak pertumbuhan lebih baik dari konvensional.
Per Februari 2021, total aset keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai Rp1.836,57 triliun, atau tumbuh 23,52 persen secara yoy.
Aset pasar modal syariah menjadi yang paling besar yakni Rp1.116,67 triliun. Diikuti aset perbankan syariah sebesar Rp602,50 triliun. Selanjutnya, aset IKNB syariah sebesar Rp117,40 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan meski industri keuangan syariah tumbuh tinggi, tetapi market share keuangan syariah masih rendah.
Market share keuangan syariah per Februari 2021 tercatat 9,96 persen dari total industri keuangan syariah. Berdasarkan industrinya, market share perbankan sebesar 6,48 persen, IKNB sebesar 4,37 persen, dan pasar modal sebesar 17,29 persen.
Menurut Wimboh, market share yang masih rendah mencerminkan masyarakat belum sepenuhnya memilih produk keuangan syariah. Hal ini karena produk syariah yang masih terbatas dan mahal.
"Kita tidak boleh berbangga pertumbuhan syariah bagus. Pertumbuhan bagus oke, tapi market share masih rendah, sehingga perlu ada lompatan yang akan dituangkan dalam roadmap," katanya dalam sarasehan industri keuangan syariah, Jumat (23/4/2021).
Di sektor perbankan, OJK telah merilis roadmap pengembangan perbankan syariah 2020-2025. Salah satu milestone yang berhasil diwujudkan adalah merger tiga bank syariah anak BUMN menjadi PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS)
Wimboh menambahkan aksi merger menempatkan BSI berada di urutan ke-7 secara total aset di perbankan nasional. Setelah itu, BSI diharapkan bisa menjadi bank syariah dengan layanan yang kuat, memberikan produk dengan kualitas yang bagus dan harganya murah, serta menyediakan berbagai produk yang dibutuhkan masyarakat.
"Kalau tidak [merger] ya [asetnya] kecil-kecil semua. Kalau kecil ini pasti tidak bisa menawarkan produk yang kualitasnya bagus dan harganya murah. Masyarakat mungkin masuk karena terpaksa," imbuhnya.
Selain kelembagaan, tantangan industri keuangan syariah yakni meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terhadap produk keuangan syariah. Dia mengungkapkan banyak masyarakat yang unbankable berada di daerah yang sulit diakses.
"Ini menjadi tantangan kita. Pertama, pemahaman produk. Kedua, membuat unbankable menjadi bankable sehingga perlu pembinaan dan aksesnya. Kalau mendiri lembaga di daerah akan mahal cost-nya, sehingga solusi teknologi menjadi penting untuk itu," ujarnya.