Bisnis.com, JAKARTA -- Transformasi digital pada sektor perbankan merupakan suatu keniscayaan, termasuk perbankan syariah. Selama pandemi, tuntutan akselerasi digital kian mengemuka didorong perubahan ekspektasi publik akan layanan keuangan yang cepat, efisien dan aman serta dapat dilakukan dari rumah.
Kondisi demikian mengharuskan perbankan syariah untuk menempatkan transformasi digital sebagai prioritas dan salah satu strategi untuk meningkatkan daya saing bank syariah.
Deden Firmansyah, Direktur Pengaturan dan Perizinan Perbankan Syariah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan untuk mengembangkan layanan digital, ada beberapa hal yang harus dipersiapkan oleh bank syariah.
Baca Juga : Bank Syariah Indonesia (BRIS) Targetkan Seluruh Jaringan Terintegrasi per 1 November 2021 |
---|
Pertama, sumber daya manusia (digital talent) yang handal untuk dapat berinovasi dan mengembangkan teknologi digital perbankan syariah.
Kedua, budaya digital (digital culture) sebagai konsep yang menggambarkan bagaimana teknologi dan internet membentuk dan memengaruhi pola interaksi dan komunikasi manusia.
“Untuk dapat mengembangkan digitalisasi, bank syariah juga perlu menginternalisasi digital culture dalam organisasi hingga proses pengambilan keputusan dengan mendorong inovasi, transformasi budaya lebih agile, automation proses bisnis, hingga pengambilan keputusan berbasis data,” terangnya.
Ketiga, infrastruktur teknologi digital dengan mempersiapkan jaringan, open banking, Application Programming Interface (API), big data analytics, cloud system termasuk persiapan governance dan manajemen risikonya. Kesemua infrastruktur tersebut sangat diperlukan untuk mengembangkan produk layanan perbankan digital.
Keempat, sinergi dengan ekosistem ekonomi digital dengan menggandeng elemen digital lain yang ada dalam ekosistem seperti market place, financial technology termasuk super-apps.
“Semua upaya tersebut membutuhkan modal dan investasi yang lebih karena itu sebagaimana telah ditekankan di awal, permodalan bank harus kuat agar dapat menjalankan bisnis dengan lebih baik melalui investasi ke ranah digital,” tuturnya.
Menurutnya, investasi atau modal menjadi kendala utama yang kerap dihadapi perbankan syariah dalam mengembankan layanan digital, terutama untuk mempersiapkan infrastruktur IT dan SDM (digital talent).
“Butuh modal atau investasi yang tidak sedikit untuk itu, sedangkan saat ini sebagian besar bank syariah masih memiliki memiliki modal di bawah Rp5 triliun atau sebagai bank BUKU 2, dan hanya 2 bank syariah yang memiliki modal di atas Rp5 triliun [BUKU 3]. Maka untuk pengembangan layanan digital di bank syariah masih memerlukan tambahan modal,” jelasnya.
Untuk mengatasi kendala permodalan tersebut, maka OJK selaku otoritas yang mengatur dan mengawai perbankan, termasuk perbankan syariah, telah mengeluarkan kebijakan yang bertujuan meningkatkan daya saing perbankan syariah.
Ketentuan tersebut berkaitan juga dengan POJK Konsolidasi (POJK No.12/POJK.0/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum). Bahwa bank besar sebagai perusahaan induk dapat menjadi payung bagi bank kecil atau dalam hal ini bank syariah yang sebagian besar merupakan anak usaha bank konvensional.
“Maka percepatan layanan digital untuk menghadapi persaingan dengan bank digital, maka bank syariah nantinya dapat bersinergi dengan bank induk sehingga layanan digital yang canggih dapat dihadirkan untuk layani nasabah lebih cepat dan efisien,” terangnya.
Memang saat ini transformasi layanan digital perbankan menjadi suatu keniscayaan, tetapi OJK juga tidak ingin pelaku industri perbakan tergesa-gesa menerbitkan produk atau layanan digital yang sebetulnya masih kurang dipahami dengan baik atau masih bersifat spekulatif.
“Ke depan, OJK memberikan kesempatan pada perbankan melakukan piloting review terhadap produk atau layanan digital baru sebelum diluncurkan kepada masyarakat dengan mendorong peran serta sejumlah pihak,” ujarnya.
Selain itu, OJK juga telah meluncurkan Roadmap Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia (RP2SI) 2020 – 2025 yang salah satu poin pentingnya adalah mendorong digitalisasi perbankan syariah.
Antara lain dengan bersinergi mengoptimalkan infrastruktur bank induk, mendorong penerapan common platform untuk mendukung digitalisasi BPRS alternatif, hingga mendorong pengembangan modul pendanaan dan pembiayaan sesuai karakteristik akad syariah untuk mendukung transaksi ekosistem digital.
Digitalisasi layanan dapat dimanfaatkan perbankan syariah untuk meningkatkan tingkat inklusi terhadap perbankan syariah. Salah satu cara dalam memperluas akses masyarakat kepada perbankan syariah adalah dengan pembukaan rekening bank syariah secara online melalui customer online onboarding dan e-form.
Selain itu, perbankan syariah dapat menjalin kolaborasi denga market place untuk menangkap potensi pasar millenial dan gen Z yang saat ini sangat besar.