Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI Larang Lembaga Keuangan Pakai Mata Uang Kripto untuk Alat Pembayaran

BI akan menerjunkan pengawas-pengawas untuk memastikan lembaga keuangan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang digariskan di Undang-Undang Mata Uang.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020). Dok. Bank Indonesia
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Rabu (29/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melarang dengan tegas lembaga keuangan di Indonesia menggunakan cryptocurrency karena mata uang digital ini bukan merupakan alat pembayaran yang sah.

“Itu bukan merupakan alat pembayaran yang sah. Sesuai dengan Undang-Undang Dasar, Undang-Undang Bank Indonesia, serta Undang-Undang Mata Uang,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Webinar Seri II: Kebijakan Pemerintah, Peluang, Tantangan, dan Kepemimpinan di Masa dan Pasca Pandemi Covid-19 dari BPK RI secara virtual, Selasa (15/6/2021).

Karena dianggap bukan alat pembayaran yang sah, Perry juga menegaskan bahwa namanya bukan cryptocurrency, melainkan crypto asset.

Oleh karena itu, BI lalu melarang seluruh-seluruh lembaga keuangan, terlebih yang bermitra dengan BI agar tidak memfasilitasi penggunaan crypto asset sebagai alat pembayaran atau servis jasa keuangan.

“Kami juga akan menerjunkan pengawas-pengawas untuk memastikan lembaga keuangan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang digariskan di Undang-Undang Mata Uang. Kami tegaskan dan pastikan crypto-crypto atau bitcoin itu bukan alat pembayaran yang sah, dan kami melarang lembaga keuangan untuk menggunakannya sebagai medium of payment,” tegas Perry.

Adapun tentang keuangan digital, Perry mengatakan financial technology atau fintech untuk uang elektronik dipastikan diatur penggunaanya oleh BI. Hal tersebut termasuk perizinan kelembagaan serta pengawasan terhadapsistem pembayarannya.

“Kalau dilihat dari tingkat kenaikan [penggunannya] besar, meski dibandingkan dengan porsi uang yang beredar, belum besar. Oleh karena itu, kami bangun integrasi data, public data, supaya kami bisa memantau secara baik dan kami pantau kontribusinya terhadap uang beredar,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper