Bisnis.com, JAKARTA - Harga saham bank-bank besar memerah pada akhir perdagangan sesi I hari ini, Jumat (18/6/2021), sejalan dengan koreksi IHSG.
Di antara bank besar lainnya, saham Bank BNI tersungkur paling dalam. Harga saham BBNI melemah 5,90 persen ke level Rp4.940. Dalam sepekan terakhir, sahamnya sudah turun 12,95 persen.
Head of Research PT Samuel Sekuritas Indonesia Suria Dharma mengatakan rencana rights issue yang disampaikan Dirut BNI kemarin, menjadi sentimen negatif untuk sahamnya. Rights issue bank-bank besar mesti memiliki size yang besar.
"Iya berita rights issue jadi negatif, karena besarnya size dan banyaknya rencana IPO yang cukup besar," katanya, Jumat (18/6/2021).
Suria menambahkan tujuan rights issue memang terutama untuk meningkatkan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR). CAR perbankan sebagian besar tergerus karena penyesuaian PSAK 71.
Sementara itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan hampir seluruh saham termasuk perbankan mengalami koreksi pada perdagangan hari ini. Hal itu disebabkan adanya kekhawatiran penerapan lockdown akibat melonjaknya kasus Covid-19.
Adapun terkait rencana rights issue BNI dapat menjadi sentimen negatif, tetapi juga bisa menjadi sentimen positif untuk sahamnya. Jika pemegang saham menilai rencana tersebut tidak menguntungkan, maka mereka akan melepas sahamnya.
"Hanya kalau hari ini lebih karena kasus Covid-19 yang melonjak signifikan," katanya, Jumat (18/6/2021).
Sebelumnya, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar menyampaikan rencana rights issue dalam rapat dengar pendapatan dengan Komisi XI DPR, Kamis (17/6/2021).
Dia menjelaskan saat ini likuiditas perseroan terjaga dengan baik. Hal ini tercermin dari rasio loan to deposit ratio (LDR) di level 87,2 persen, atau masih dalam koridor yang ditentukan regulator.
Dari sisi rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) sebesar 18 persen dan modal intinya berada di level 15 persen, atau mendekati level yang dicanangkan oleh regulasi yakni di level 14 persen.
"Kalau dilihat dengan Bank Himbara lainnya ada di kisaran 19-20 persen. Itulah sebabnya kami mencoba mengajukan untuk melakukan rights issue untuk menambah modal tiruan itu supaya bisa mendekati dengan pier-nya di level 18-19 persen. Jadi, kami masih ada gap," jelasnya.
Tanpa melakukan rights issue, modal inti perseroan sebenarnya dapat mencapai level seperti Bank Himbara lain. Namun, hal itu baru akan tercapai pada 2024. Di sisi lain, perseroan juga membutuhkan tambahan modal untuk ekspansi kredit maupun ekspansi anorganik di masa mendatang.
"Kalau kami tumbuh normal akan tercapai 18 persen di 2024-2025. Namun, untuk ekspansi ke depan kami butuh capital yang cukup sebagai buffer untuk melakukan ekspansi, baik kredit maupun anorganik," imbuhnya.